Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya. Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak
بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ Yth. Sahabat Diskusihidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali pada kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang ngomel merupakan teknik pengalihan emosi? Jadi beginilah diskusi hidup kita kali ini. Bagi pemikiran kebanyakan orang, mengomel atau mengumpat merupakan sikap yang jelek. Bagaimana tidak? Sikap seperti ini cenderung dapat membuat orang lain yang mendengarnya menjadi tersinggun atau sakit hati, bahkan bisa menimbulkan respon balik terhadap orang yang menyerang dengan omelan atau umpatan tadi. Respon tersebut dapat berupa lisan juga (omelan atau umpat balik) atau bahkan berupa tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang merupakan bentuk kekesalan yang memuncak dari responden. Jika kita tinjau dari sisi psikologi, sikap mengomel atau mengumpat ini merupakan pancaran keadaan jiwa seseorang pada saat itu, sebagai bentuk res