Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air d...

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

PENTING, TIPS-TIPS, RAMBU-RAMBU, DAN METODE PENANGANAN PERMASALAHAN DI PAPUA AGAR TUNTAS, MESKIPUN PERLAHAN TETAPI HARUS PASTI


Permasalahan di Papua tidaklah sederhana sehingga membutuhkan penanganan yang hati-hati dan perlahan karena kemungkinan banyak aktor-aktor intelektual yang berupaya agar wilayah Papua terpisah dari NKRI. Sehingga hal ini sangat membutuhkan kesabaran dari berbagai pihak sambil melakukan upaya-upaya yang dianggap perlu. Oleh karena itu sangatlah penting, tips-tips, rambu-rambu, dan metode penanganan permasalahan di Papua agar tuntas, meskipun perlahan tetapi harus pasti.

 


Salah satu upaya internal kepada para Prajurit TNI adalah dengan mensosialisasikan pemahaman penting agar dalam pelaksanaan tugas operasi tidak mudah untuk dipermasalahkan secara hukum, atau setidak-tidaknya dapat menjadi pembelaan yang dapat dibenarkan menurut hukum. Sesuatu yang sangat penting dan darurat/urgent tentang bagaimana meminimalisir korban dalam penugasan dan menyukseskan tugas pokok organisasi dan kepentingan negara. Inilah pasal-pasal yang sangat berguna bagi Prajurit TNI dalam penugasan di daerah operasi militer dalam rangka pelaksanaan operasi militer selain perang (OMSP)

 

 A.             MEMAHAMI KEWENANGAN.

           Kita perhatikan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan kewenangan petugas yang diberikan oleh negara seperti berikut ini:

 

1.             Pasal 11 KUHP: ”Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali pada leher terpidana, dan mengikatkan tali itu pada tiang gantungan, kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.

 

2.             Pasal 1 Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer: ”Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang ada tentang penjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.”

Pelaksanaannya dijalankan oleh Polisi Brimob {Pasal 10 ayat (1)}.                                                                                                

 

          Kewenangan membunuh hanya atas perintah undang-undang kepada petugas tertentu yang ditunjuk berdasarkan kewenangan pejabat tertentu yang ditunjuk oleh undang-undang.

 

Ada 2 keadaan yang diperbolehkan untuk menghilangkan nyawa manusia, yaitu membunuh dalam peperangan dan membunuh dalam menghukum.

 

Selain ketentuan yang telah disampaikan di awal terdapat pengecualian yang secara tidak langsung melindungi kepentingan hukum pribadi seseorang. Terutama sebagai payung hukum bagi Prajurit TNI dalam penugasan operasi militer terutama pada operasi militer selain perang (OMSP) dapat menggunakan penerapan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku positif di Indonesia. Penerapan payung hukum tersebut digunakan sebagai bentuk perlindungan yang bersifat represif artinya diterapkan ketika ada serangan dan/atau ancaman serangan, serta keberbahayaan dan/atau ancaman keberbahayaan terhadap diri sendiri bahkan terhadap orang lain ataupun barang yang berada di sekitarnya.

 

Adapun bentuknya dibagi menjadi dua macam dilihat dari aspek legalitas pihak lainnya yang berkaitan langsung dengan keadaan kritis yang sedang dihadapi oleh anggota militer.

 

1.             Sikap dan perbuatan pihak lain yang bersifat melawan hukum.

 

Perhatikan penerapan Pasal 49 ayat (1) KUHP sebagai berikut:

 

”Tidak dipidana, barang siapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu”.

 

Jika kita kaitkan dengan ketentuan dalam agama Islam, diatur dalam QS. Al-Baqarah: 190, yang terjemaahannya sebagai berikut: Dan perangilah di jalan Allāh orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allāh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

 

Perhatikan pula ketentuan Allāh ﷻ dalam Al-Qurän QS. Al-Maaidah: 32 yang terjemaahannya sebagai berikut:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas di muka bumi.

 

2.             Sikap dan perbuatan pihak lain yang tidak bersifat melawan hukum.

 

Perhatikan penerapan Pasal 48 KUHP sebagai berikut:

 

Barang siapa melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.”

 

Pada keadaan yang dimaksud pada pasal ini sebetulnya masih ada kaitannya dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP. Tetapi pada pasal ini yang menjadi penekanannya adalah bukan perbuatan pihak lain melainkan situasi dan kondisilah yang memaksa seseorang untuk berbuat lain dari yang diharuskan. Tentunya yang dipertaruhkan disini adalah keselamatan seseorang. Ketika hanya ada dua pilihan antara menyelamatkan diri sendiri atau orang lain maka seseorang diperkenankan untuk memilih di antara keduanya.

 

Jika seseorang lebih memilih menyelamatkan diri sendiri daripada orang lain, maka orang tersebut tidak dapat dipersalahkan dari sisi hukum, karena ketika orang lainpun memilih hal yang sama maka kepentingan hukum keduanya berada pada posisi seimbang, sehingga memang karena situasi dan keadaannya diperkenankan untuk mengambil solusi yang lebih baik, yaitu jika dibandingkan dengan mengabaikan keselamatan semua orang.

Lagipula tidak bisa diharapkan semua orang akan lebih mengorbankan dirinya demi keselamatan orang lain.

 

Contoh:

Ketika ada dua orang mengalami kecelakaan kapal kemudian keduanya terapung di lautan, sementara hanya tersedia papan atau pelampung untuk satu orang saja. Ketika di antara keduanya memilih untuk berusaha menyelamatkan diri masing-masing maka terhadap perkara seperti ini tidak akan dijatuhkan hukuman terhadap pelakunya.

 

Mencelakai atau bahkan membunuh orang lain adalah suatu kejahatan, namun dalam hal ini terdapat unsur peniadaan kesalahan. Niatnya untuk mencelakai orang lain dimaafkan demi hukum sehingga pelakunya dapat dibebaskan.

 

Contoh lain:

Dua orang berada di dalam suatu gedung yang mana situasi pada saat itu terjadi kebakaran gedung ataupun terjadi gempa. Maka tidak bisa diharapkan salah satu di antara keduanya saling membantu satu sama lain jika menurut pertimbangan saat itu sangat tidak memungkinkan untuk saling membantu karena akan dapat membahayakan keselamatan keduanya. Ketika salah seorang dari mereka lebih memilih untuk menyelamatkan diri sendiri maka yang demikian juga tidak akan dipersalahkan menurut hukum.

 

Membiarkan keselamatan orang lain terancam atau meninggalkan orang yang membutuhkan orang lain adalah juga suatu pelanggaran, namun dalam hal ini juga terdapat unsur peniadaan kesalahan. Niatnya untuk membiarkan orang lain tidak tertolong dimaafkan demi hukum sehingga pelakunya dapat dibebaskan.

 

Kedua contoh di atas sangat erat kaitannya dengan ketentuan Pasal 531 KUHP: ”Barangsiapa ketika menyaksikan seseorang yang sedang berada dalam bahaya maut tidak memberikan pertolongan yang dapat diberikan kepada orang itu walaupun tidak membahayakan dirinya atau orang lain, diancam, bila kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

 

Disitu terdapat syarat ”jika tidak membahayakan dirinya sendiri atau orang lain (lagi selain yang dimaksud sebagai obyek pertama itu)”.

 

Jika kita hubungkan dengan pembahasan di atas, dalam hal pelaksanaan OMSP tidak ada institusi militer manapun (TNI) yang memerintahkan anggotanya untuk melakukan pembunuhan terhadap pihak-pihak yang mengancam, menggangu, menghambat, dan menantang/menentang tugas pokok TNI. Untuk memudahkan dalam penyebutan, pihak-pihak tersebut kita namakan saja dengan ”musuh”. Dalam hal ini adalah niatnya untuk menimbulkan hilangnya nyawa orang lain yang ditiadakan.

 

Seorang Prajurit TNI tidak didoktrin untuk berniat membunuh musuhnya. Kewenangannya hanya sebatas menangkap dan/atau melumpuhkan musuh. Kewenangan untuk membunuh seseorang telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang dijelaskan di awal pembahasan. Adapun bila terjadi kematian pada diri musuh yang dimaksud maka itu haruslah sebagai bentuk pembelaan diri karena terpaksa sebagaimana yang diperbolehkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Jika kita ilustrasikan dengan kegiatan Prajurit TNI di daerah operasi/penugasan, pada dasarnya tugas-tugas yang dilaksanakan oleh TNI adalah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Tugas pokok TNI (pasal 7) adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, sangatlah wajar jika Prajurit TNI yang melaksanakan perintah dari Pimpinan/Atasannya terpaksa melakukan pembelaan diri ketika mereka diserang oleh pihak-pihak yang memusuhi keberadaan mereka di daerah penugasan. Karena sesungguhnya penugasan mereka juga didasari oleh niat untuk memperoleh simpati masyarakat Indonesia, meluruskan pemikiran yang keliru dan tidak sesuai dengan konstitusi NKRI, serta menciptakan perdamaian di kawasan tanah air.

 

Meskipun demikian, tidaklah mungkin bagi setiap orang (siapa saja) untuk membiarkan dirinya ditembaki atau dilukai bahkan hingga menjadi korban (luka/mati) oleh siapapun itu orangnya. Tentu saja setiap orang akan berusaha menyelamatkan diri, memilih untuk bersikap menjaga keselamatan diri dan orang lain (selain musuh).

 

Berdasarkan/memedomani asas-asas hukum sebagaimana penulis jelaskan di atas maka dalam prakteknya, kita dapat membagi pedoman urgensitas tindakan Prajurit TNI di daerah operasi/penugasan terhadap orang/pihak yang melakukan tindakan-tindakan permusuhan menjadi dua bagian inti/pokok sebagai berikut:

 

1.             Ketika ada serangan.

 

Serangan itu dapat berupa serangan dengan menggunakan senjata api ataupun senjata tajam. Jika serangan itu berupa tembakan senjata api dari seseorang atau pihak-pihak yang tidak memiliki legalitas untuk menggunakan senjata api, maka Prajurit TNI dapat meniadakan serangan tersebut dengan cara membalas tembakan. Bukan dengan niat untuk membunuh melainkan untuk melumpuhkan supaya pihak-pihak yang menyerang tersebut tidak bisa lagi melakukan serangan (berupa tembakan senjata api).

 

Dengan dilakukannya balasan tembakan oleh Prajurit TNI bukan berarti atau jangan langsung diartikan bahwa prajurit tersebut berniat membunuh atau menginginkan si penyerang meninggal dunia. Karena melakukan balasan tembakan belum tentu mengakibatkan yang ditembak mati.

Dan juga ketika Prajurit TNI membalas tembakan jangan selalu diharapkan bahwa perkenaan dari tembakan itu haruslah hanya kaki, atau hanya tangan, melainkan bisa bagian mana saja karena perihal membalas tembakan tentunya cenderung dilakukan dalam waktu yang seketika dan secepat mungkin sedemikian rupa dengan harapan pihak yang menyerang berhenti melakukan serangan serta menyerah dan juga dengan maksud agar Prajurit TNI yang diserang tidak mengalami/menjadi korban luka ataupun meninggal dunia.

 

Jika serangan itu berupa sabetan senjata tajam yang diarahkan kepada seorang Prajurit TNI maka sabetan tersebut perlu segera dihindari (jika masih bisa) atau segera melakukan tindakan lain yang dapat dibenarkan menurut hukum dengan cara menembak kaki atau tangannya sedemikian rupa agar si penyerang tidak bisa lagi melakukan usaha/gerakan sabetan atau bacokan yang dapat membahayakan Prajurit TNI tersebut. Untuk mengantisipasi keadaan yang dapat membahayakan seperti ini maka perlu senantiasa menjaga jarak aman terhadap pihak-pihak yang membawa senjata tajam dan tidak mau kooperatif. Khusus untuk pembahasan pada paragrap ini, lakukan tindakan-tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum seperti melakukan peringatan-peringatan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan melumpuhkan (bukan mematikan), dan itupun dilakukan jika masih memungkinkan.

 

          Setiap orang berhak untuk menjaga dan mempertahankan keselamatan dirinya sendiri demikian juga seorang Prajurit TNI, yang penting dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai kaidah hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Oleh karena itu mari luruskan niat dan samakan persepsi.

 

2.             Ketika ada ancaman serangan.

 

Ketika ada pihak lain yang membawa senjata api ilegal tanpa maksud yang dapat dipertanggungjawabkan yang berada di hadapan atau di sekitar Prajurit TNI maka mereka akan dianggap sebagai suatu keadaan yang dapat mengancam keselamatan Prajurit TNI. Sehingga ketika pihak-pihak yang membawa senjata tersebut sudah nyata-nyata dapat dikenali maka Prajurit TNI dapat segera mempertimbangkan tindakan apa yang harus segera dilakukan dalam rangka meniadakan ancaman serangan.

Jika yang dibawa oleh pihak lain (yang memusuhi TNI) itu adalah senjata api maka dikategorikan sebagai ancaman serangan jika sudah berada di dalam jarak tembak efektif senjata api yang dimaksud (jarak bisa mencapai ratusan meter). Sedangkan jika yang dibawanya adalah senjata tajam maka dikategorikan sebagai suatu ancaman serangan apabila berada pada jarak tertentu (lebih dekat, hanya beberapa meter) yang dapat membahayakan keselamatan seorang Prajurit TNI.

 

Setiap orang berhak untuk menjaga dan mempertahankan keselamatan dirinya sendiri demikian juga seorang Prajurit TNI, yang penting dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai kaidah hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Oleh karena itu sekali lagi mari luruskan niat dan samakan persepsi.

 

B.       MELURUSKAN NIAT.

                                      

Mungkin sebagian orang berpikir bahwa tentara/militer dalam hal ini Prajurit TNI  ditugaskan untuk membunuh musuh. Jika masih ada yang berpikir demikian, sesungguhnya dari situlah sumber bencana, karena masih berkembang pemikiran yang keliru. Berusaha meluruskan niat agar selama Satgas melaksanakan penugasan tidak menimbulkan permasalahan hukum, tugas lancar, sukses, dan aman dapat berkumpul kembali dengan keluarga di rumah, bukan pada saat membesuk di sel/penjara.

 

Sebelum suatu kesatuan militer melaksanakan tugas operasi, seyogyanya para Komandan Satuan memastikan terlebih dahulu bahwa anggotanya mengerti tentang tugas apa yang akan mereka kerjakan selama di daerah penugasan. Jangan sekali-kali memberikan perintah yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan perintah yang sebenarnya.

 

Mengapa demikian?

 

Karena jika seorang Atasan/Pimpinan memberikan perintah kepada Bawahan bertentangan dengan perintah sebenarnya maka bawahan yang melaksanakan perintah itu akan mengalami kesulitan untuk menjadikan perintah Atasannya itu sebagai dasar pelaksanaan tugasnya, dan jika keadaan menjadi tidak menguntungkan maka Atasan tersebut dapat saja mengelak bahwa ia telah memberikan perintah lain yang dapat menjerumuskan Bawahannya sehingga mengalami proses hukum.

 

Sangat perlu dihindari, bahwa seorang Atasan sekali-kali tidak boleh menanamkan pemahaman kepada para anggota kesatuannya bahwa mereka akan melaksanakan penugasan itu adalah untuk membunuh musuh atau pihak yang dianggap musuh. Hal ini akan berpengaruh pada cara bertindak atau cara menangani konflik pada saat di lapangan (medan operasi).

 

Berikut ini beberapa kemungkinan kerawanan bila menanamkan pengertian atas tujuan yang keliru:

 

1.             Tingkat kejenuhan dan stress yang tinggi dapat membuat Prajurit TNI menjadi kurang terkendali ketika berhadapan dengan kelompok-kelompok perusuh ataupun separatis bersenjata. Akibatnya dapat menimbulkan kecenderungan perlakuan terhadap orang-orang yang tidak bersenjata disamakan dengan yang betul-betul bersenjata karena adanya trauma dan pemikiran bahwa mereka harus dibunuh.

 

2.             Prosedur pelibatan dalam konflik bersenjata cenderung diabaikan bila perintah yang salah itu yang lebih diprioritaskan oleh anggota militer.

 

3.             Ketika terjadi permasalahan hukum anggota militer tidak bisa menjawab dengan baik dan benar atas pertanyaan-pertanyaan dari penyidik Polisi Militer dikarenakan tidak memahami maksud dan tujuan pelaksanaan tugas yang sebenarnya dari Satgas.

 

Oleh karenanya sekali lagi jangan sekali-kali berpikir bahwa ketika Satgas diberangkatkan penugasan adalah untuk membunuh musuh atau pihak-pihak yang dianggap musuh karena hal ini akan salah di mata hukum.

 

Mengapa demikian? Mari kita perhatikan penjelasan berikut ini.

 

Ada 2 (dua) ketentuan pokok dari perbuatan pidana yang dirumuskan yang berkaitan dengan tindakan pembunuhan.

 

1.             Pertama.      Sesuai ketentuan Pasal 338 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

 

Ini adalah dasar untuk menjatuhkan hukuman kepada pelakunya, terdapat beberapa unsur.

Syarat-syarat terpenuhinya adalah sebagai berikut:

a.             Pelaku adalah orang yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum;

b.             Ada kesengajaan supaya korban meninggal dunia;

c.              Korban benar-benar meninggal dunia karena perbuatan pelakunya bukan karena sebab lain.

 

Bayangkan, jika seorang Prajurit TNI diperintahkan untuk membunuh maka sama saja Atasan yang memberikan perintah adalah seorang pembunuh.

 

Perhatikan ketentuan berikut ini:

 

Pasal 55 ayat (1) ke-1: ”Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka  yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan tindak pidana itu.”

 

2.             Kedua.         Sesuai ketentuan Pasal 340 KUHP: ”Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”

 

Demikian juga jika dikaitkan dengan ketentuan pasal tersebut di atas. Ini juga merupakan dasar untuk menjatuhkan hukuman kepada pelakunya, terdapat beberapa unsur.

          Syarat-syarat terpenuhinya adalah sebagai berikut:

a.             Pelaku adalah orang yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum;

b.             Ada kesengajaan supaya korban meninggal dunia;

c.              Ada perencanaan terlebih dahulu supaya tujuannya berhasil;

d.             Korban benar-benar meninggal dunia karena perbuatan pelakunya bukan karena sebab lain.

 

Bayangkan!

Jika seorang Prajurit TNI dilatihkan secara rutin supaya mahir menembak dengan menggunakan senjata api, maka kegiatan ini termasuk dalam kategori perencanaan. Kemudian hal ini tergantung pada apa tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

 

Jika hal tersebut ditujukan sebagai sarana pelatihan pembelaan diri maka itu adalah suatu kelaziman. Contoh berlatih Karate, Pencak Silat, Kungfu, atau apapun namanya merupakan sarana berlatih/pembinaan fisik dan pembelaan diri, namun jika diniatkan untuk memudahkan dalam melakukan penganiayaan terhadap orang lain tentunya hal ini adalah suatu kesesatan yang nyata.

 

Demikian pula halnya jika Prajurit TNI didoktrin untuk sengaja membunuh musuh-musuhnya maka semua rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Prajurit TNI adalah perbuatan pembunuhan berencana.

Hal itu adalah fatal!

 

Seorang Atasan tidak boleh memberikan doktrin atau arahan yang keliru kepada anak buahnya.

 

Lalu bagaimana supaya apa yang dikerjakan oleh Prajurit TNI benar-benar perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan di mata hukum?

 

Perhatikan salah satu doktrin di lingkungan TNI berikut ini:

”Cari, dekati, hancurkan!”

 

Doktrin ini memang dimaksudkan supaya setiap Prajurit TNI terjaga morilnya, tetap bersemangat. Diharapkan bisa menimbulkan kebanggaan secara perorangan maupun Satuan.

 

Meskipun demikian tetap saja perlu dijelaskan maksud dan tujuannya. Jangan biarkan anggota menafsirkan sendiri makna dari doktrin tersebut. Para unsur pimpinan diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan ke jalan yang lebih baik.

Lakukan pencegahan agar anggota militer tidak mengartikan kata ”hancurkan” menjadi hancurkan musuh (orangnya). Sampaikan bahwa yang dimaksud adalah bukan demikian.

 

Makna yang lebih baik dari kata ”hancurkan” adalah sebagai berikut:

- hancurkan kekuatannya;

- hancurkan persenjataannya;

- hancurkan bekal logistik lainnya;

dan yang paling penting adalah

- hancurkan kemauannya untuk bersikap memusuhi atau melakukan perlawanan.

 

Berikut ini penekanan kembali beberapa hal yang diharapkan dapat meminimalisir Prajurit TNI bermasalah dalam penugasan:

 

1.             Niatkan setiap kegiatan apalagi penugasan di daerah operasi sebagai sarana ibadah.

 

2.             Adakan pendekatan yang humanis untuk memperbaiki keadaan yang selama ini dianggap telah kacau/rawan dengan tetap memperhatikan faktor keamanan/keselamatan personel.

 

3.             Lakukan kegiatan-kegiatan pengamanan dan pembersihan dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

4.             Ingatlah bahwa pada dasarnya seseorang tidak boleh memiliki niat untuk membunuh manusia selain berdasarkan kewenangan yang ditentukan menurut hukum, maka berlatihlah untuk meluruskan niat.

 

5.             Senantiasa meminta taufik dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Kuasa agar senantiasa dibimbing di jalan yang lurus.

 

6.             Senantiasa meminta ampunan atas segala yang kita kerjakan baik itu salah maupun benar menurut kita.

 

7.             Tanamkan bahwa sejatinya jiwa seorang Prajurit TNI itu TIDAK KERAS DAN SADIS melainkan LEMBUT TETAPI TEGAS.

 

C.       SARAN.

 

Semua hal di atas perlu didukung oleh beberapa hal sebagai berikut:

 

1.             Perlu pemahaman secara serentak, komitmen, dan konsisten dari berbakai stake holder;

2.             Jika TNI memang berorientasi pada kepentingan militer maka perlu tetap berada dalam bingkai kepentingan bangsa dan negara yang sejati;

3.             Perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh dan berkelanjutan.


”Sayangilah sesama manusia karena sejatinya kesejahteraan itu bersumber dari kasih sayang.”

Komentar

JADIKAN AKU SAHABAT SEJATIMU (lirik, syair, dan lagu)

JADIKAN AKU SAHABAT SEJATIMU (lirik, syair, dan lagu)
https://youtu.be/2LCczqq8-jA

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan ...

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana K...

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita ak...