BERBAHAYA, PERNAHKAH ANDA BERKATA “SAYA TAHUNYA BERSIH” SEKIAN DALAM HAL JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN?
Yth. Sahabat Diskusihidup,
Dalam hal jual beli memang memerlukan
keikhlasan para pihak. Namun sebenarnya bukan hanya itu tetapi juga harus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada satu hal yang
sepertinya dianggap biasa dalam hal jual beli namun sebenarnya itu tidak boleh
terjadi. Berbahaya, pernahkah Anda berkata “saya tahunya bersih” sekian dalam
hal jual beli tanah dan bangunan? Jika pernah, sebaiknya diperbaiki.
Hati-hati dalam bertransaksi jual beli.
Kalau kita mau menjual tanah jangan sekali-kali bilang “tahu beres saja yang
bayar semua pajaknya adalah pihak pembeli”. Jika Sahabat sebagai pihak Penjual
berarti seolah-olah tidak bayar pajak atau bayar pajaknya tidak jelas, tidak
sesuai perhitungannya. Sementara itu seorang penjual sebenarnya punya kewajiban
juga untuk membayar pajak. Kalau dikatakan atau diperjanjikan seperti tadi berarti
yang menanggung beban itu adalah pembeli, sehingga di sini pembeli dianggap telah
beritikad baik bersedia menanggung biaya pajak baik pajak pembelian maupun
pajak penjualannya.
Sebetulnya beban pajak itu ditetapkan
sendiri-sendiri terhadap pembeli dan penjual sehingga untuk akad itu sudah
otomatis mengetahui tidak perlu lagi menimbulkan masalah siapa yang harus
membayar kewajiban pajak. Tidak sedikit orang menerapkan sistem jual bersih,
yakni si Penjual tidak perlu lagi memikirkan berapa yang harus dia keluarkan
untuk memberikan jasa kepada makelar, berapa yang harus dibayarkan untuk pajak
penjualan, dan lain-lain. Tapi tahukah Sahabat, jika diberlakukan demikian maka
sesungguhnya akad jual belinya menjadi tidak jelas.
Misalnya dilaksanakan transaksi jual beli sebidang tanah
dengan harga Rp.250.000.000,00 (dua ratus limapuluh juta rupiah) jika
diterapkan dengan sistem di atas maka harga bidang tanah dan biaya-biaya lain
masih tercampur disitu. Belum dapat ditentukan berapa harga sebidang tanah
tersebut dan berapa biaya pembuatan akta notaris, berapa biaya pajak-pajak, dan
berapa pengeluaran lain yang terkait peristiwa hukum jual beli. Sehingga harga
asli tanahnya menjadi tidak tertentu. Jika demikian maka terdapat kesimpulan
kecil sebagai berikut:
a.
Harga tanah tidak murni,
tercampur dengan biaya atau pengeluaran lain-lain.
b.
Nilai pengenaan pajak tidak
bisa ditentukan dengan benar karena yang menjadi patokan adalah harga jual
tanah.
c.
Pihak yang membayar pajak
adalah pembelinya.
d.
Jika ada tambahan biaya lain
menimbulkan pengertian dari pihak pembeli bahwa ia sudah membeli suatu bidang
tanah dengan harga tersebut ditambah biaya lainnya.
e.
Dari sisi akad jual beli maka
akadnya menjadi bias.
Memang kalau sekilas ini sepertinya sama tapi secara akad
ini jelas berbeda nilainya karena yang tercantum di dalam akta notaris tentu
berbeda pula. Ketika yang tercantum di dalam akta notaris harganya Rp.250.000.000,00
jual belinya berarti beban pajaknya juga dihitung mendasari harga tersebut,
namun kalau jual belinya dengan harga Rp.275.000.000,00 tentu penghitungan bayar
pajaknya mendasari harga yang ini. Jadi jika mendasari penjelasan di atas
selama Pihak Penjual tidak menghitung ataupun mengeluarkan sejumlah uang untuk
membayar pajak maka ia sejatinya tidak membayar pajak menurut kesadarannya
karena antara akan jual beli dan akad pembayaran pajaknya menjadi tidak
tertentu pada saat para pihak pertama kali mengikrarkan (akad).
Sahabat Diskusihidup yang beritikad baik,
Pada intinya yang perlu dipedomani adalah sebagai
berikut:
1.
Tidak membebankan kewajiban
pembayaran pajak penjualan kepada Pihak Pembeli;
2.
Tidak memanipulasi harga jual
beli obyek menjadi seolah-olah lebih murah sementara Sahabat mengetahui bahwa
harganya sudah jelas;
3.
Senantiasa berusaha menjadi
wajib pajak yang baik.
Semoga tetap sehat dan tetap semangat !!!
Komentar