Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

PERJANJIAN KERJA SAMA SEBAIKNYA DIPERBAIKI JIKA TERJADI PERUBAHAN PARA PIHAK DENGAN BEBERAPA KONSEKUENSI DAN CARA-CARA TERTENTU


Yth. Sahabat Diskusihidup yang beritikad baik,

 

Ketika ada dua pihak atau lebih melakukan perjanjian maka hal ini akan menimbulkan hak dan kewajiban. Kemudian dituangkanlah hak dan kewajiban itu secara seimbang kedalam suatu produk. Produk mana dapat dibuat secara notarial ataupun di bawah tangan. Secara notarial maksudnya dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Notaris. Sedangkan jika di bawah tangan artinya perjanjian yang dimaksud hanya dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang melakukan perjanjian.

 

Ketika ada salah satu pihak yang ingin melepaskan diri secara utuh dari hak dan kewajiban yang sudah disepakati semula maka terdapat dua jalan yaitu dengan memutuskan ataupun membatalkan perjanjian. Keduanya memiliki akibat hukum yang berbeda.

 


1.            Memutuskan perjanjian.

 

Ketika perjanjian diputus maka terputus juga hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini sangatlah mungkin sudah ada hak yang diterima dan kewajiban yang dikerjakan. Tentu saja sesuatu hal yang sudah dikeluarkan pada dasarnya tidak perlu diganti karena merupakan resiko yang harus diambil akibat putusnya perjanjian. Mungkin saja putusnya perjanjian itu telah menimbulkan kerugian dari salah satu pihak. Namun mengenai kerugian tersebut bisa saja para pihak sudah saling memahami dan tidak ada keinginan untuk melakukan tuntutan ganti kerugian. Ketika salah satu pihak merasakan kerugian dan melakukan tuntutan maka hal ini bisa saja menimbulkan kewajiban pada pihak lainnya untuk mengganti kerugian tersebut.

 

Tuntutan ganti kerugian bisa diajukan langsung kepada pihak lainnya ataupun melalui pengadilan dengan cara mengajukan gugatan perdata. Oleh karenanya pemutusan perjanjian cenderung diupayakan oleh pihak yang sudah tidak bersedia lagi untuk melaksanakan kewajibannya.

 

2.            Membatalkan perjanjian.

 

Pembatalan perjanjian berbeda akibat hukumnya dari perihal pemutusan perjanjian. Melakukan pembatalan perjanjian karena memang menginginkan perjanjian itu dianggap seperti keadaan semula layaknya tidak terjadi perjanjian. Sehingga harapannya setiap keadaan dikembalikan pada keadaan asalnya. Pihak yang mengupayakan pembatalan akan menginginkan setiap kerugian yang sudah dikeluarkan diganti oleh pihak lainnya.

 

Pembatalan perjanjian diajukan ke pengadilan sesuai kewenangannya. Oleh karenanya pembatalan perjanjian cenderung diupayakan oleh pihak yang merasa hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak lainnya.

 

Bagaimana halnya jika salah satu pihak ingin melepaskan diri dari sebagian hak dan kewajiban?

 

            Salah satu pihak mungkin merasa bahwa ia tidak dapat atau kemudian tidak ingin melaksanakan sebagian kewajiban maka pihak tersebut dapat saja melibatkan pihak lain dengan cara melakukan addendum pada perjanjian awal sehingga suatu pihak turut masuk menjadi pihak dalam perjanjian tersebut. Melepaskan sebagian kewajiban tentunya akan berdampak pada berkurangnya hak dari pihak yang melepaskan sebagian kewajiban, karena hak dan kewajiban itu akan ada berdampingan dan berimbang.

 

Mungkinkah suatu perjanjian dari dua pihak diubah dan salah satu pihak diganti atau menggantikan diri dengan pihak lainnya?

 

            Mungkin saja terjadi pada suatu perkara ada dua pihak yang telah melaksanakan perjanjian kerja sama namun tidak lama kemudian salah satu pihak menunjuk pihak lain untuk menggantikannya. Perjanjian yang kedua tidak dibuat sebagai perjanjian baru melainkan sebagai addendum (perubahan). Hal seperti ini tidaklah diperkenankan karena sejatinya jika suatu perjanjian kemudian diubah dengan menggantikan salah satu pihak maka perjanjian yang sebelumnya patutlah untuk dihentikan atau dibatalkan saja sehingga terbentuk perjanjian yang betul-betul baru meskipun dengan maksud dan tujuan yang sama. Hal ini agar memutuskan secara utuh hubungan hukum antara pihak pertama dengan pihak kedua.

 

Perjanjian awal dibuat dengan akta notaris kemudian perjanjian berikutnya hanya di bawah tangan. Mungkin dibuat seperti ini karena para pihak memang telah mengerti jika perubahannya dibuat dengan akta notaris maka tidak akan disetujui oleh notaris yang ditunjuk sehingga mereka memutuskan demikian dengan pertimbangan bahwa yang penting kerja sama dapat segera dilaksanakan dan segera terealisasi apa yang menjadi maksud dan tujuan kedua belah pihak. Jika para pihak adalah orang-orang yang tetap dan perjanjian tersebut diselesaikan dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama mungkin tidaklah masalah. Namun jika para pihak merupakan suatu badan hukum atau institusi yang para pejabatnya akan berganti dari masa ke masa dan memiliki pemikiran atau pertimbangan yang berlainan maka tentunya hal ini dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

 

Dengan keadaan perjanjian kerja sama seperti paragraf di atas maka pihak yang dianggap telah dirugikan dapat dengan mudah menyerang pihak lainnya dengan alasan perjanjian tidak benar, tidak beritikad baik, atau berdalih telah dikelabui sehingga dapat dengan mudah mengajukan pembatalan perjanjian kerja sama. Dan jika pembatalan perjanjian diterima oleh majelis hakim yang menyidangkan perkaranya maka pihak lainnya akan dapat menderita kerugian yang sangat banyak.

 

Lalu apa yang mesti dilakukan jika sudah terlanjur berjalan setengah jalan?

 

Selama suatu perjanjian masih dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak maka selama itu pula masih dapat diubah. Kedua belah pihak harus memiliki itikad baik untuk memperbaiki keadaan. Oleh karena itu sebaiknya perjanjian yang lama segera diakhiri dengan catatan-catatan tertentu sebagai berikut:

 

1.            Jika masih ada beban kewajiban dari salah satu pihak kepada pihak lainnya maka jadikan itu sebagai utang kewajiban yang akan dituangkan dan diperhitungkan pada perjanjian baru;

 

2.            Jika yang sebelumnya merupakan perjanjian di bawah tangan maka perjanjian yang baru agar dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris, demikian pula perjanjian lain yang mengikutinya (baik sebagai addendum maupun sebagai lampiran).

 

 

Meskipun demikian, ada etika yang perlu diperhatikan ketika para pihak adalah orang-orang yang menduduki suatu jabatan yang dipengaruhi oleh pihak lain. Untuk yang seperti itu sebagai contoh yang paling menonjol adalah suatu Yayasan. Suatu Yayasan akan terdiri dari Pembina, Pengawas, dan Pengurus. Manakala Pengurus dari suatu Yayasan melakukan kerja sama dengan pihak lain dan membuat suatu perjanjian kerja sama (PKS) maka tentunya atau seyogyanya kesepakatan itu telah diketahui dan disetujui oleh Pembina Yayasan yang bersangkutan. Dalam hal ini keputusan dari Pengurus Yayasan dipengaruhi oleh seseorang yang berkedudukan sebagai Pembina.

 

Ada kalanya suatu PKS diselenggarakan untuk jangka waktu yang sangat lama bahkan hingga berpuluh-puluh tahun. Dan oleh karena itu bisa saja terjadi perubahan Pembina Yayasan. Jika kebijakan Pembina yang terdahulu dengan yang datang kemudian berbeda bahkan menginginkan sesuatu hal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak lain tentunya yang akan terjadi adalah konflik kepentingan, menimbulkan pertikaian atau sengketa perdata. Dan ketika kerja sama tersebut sudah separuh jalan diselenggarakan, tentunya juga akan ada pihak yang sangat dirugikan, sedangkan awalnya kerja sama yang dimaksud seyogyanya sudah atas kesepakatan kedua belah pihak dan dilandasi itikad baik serta kewenangan yang ada pada pihak masing-masing.

 

Berikut ini adalah tips-tips agar tidak terjadi perselisihan:

 

1.            Para pihak harus berupaya berkomitmen untuk melaksanakan PKS sesuai dengan yang telah diperjanjikan;

2.            Jika kemudian terjadi penyimpangan pelaksanaan diusahakan bukan karena kesengajaan melainkan keadaan force majeur;

3.            Jika pada para pihak terjadi pergantian orang maka seyogyanya tetap mendukung dan menghargai kebijakan orang-orang terdahulu. Salah satu ciri Bangsa Indonesia adalah menghargai jasa-jasa para leluhur atau para pendahulu;

4.            Saling mempertimbangkan tingkat kerugian dari para pihak dan dampaknya terhadap kepentingan umum jika kerja sama dihentikan hanya karena berorientasi pada egoisme pihak sendiri.

5.            Kegiatan kerja sama memang merupakan bidang perdata namun tidak selamanya harus berorientasi pada perolehan profit melainkan juga tetap mempertimbangkan silaturahmi atau keberlangsungan hubungan baik antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.

6.            Ketika hendak mengubah kesepakatan, senantiasa terlebih dahulu menilai dan mempertimbangkan bagaimana jika seandainya kita berada pada posisi orang lain. Belajar berpikir terbalik dan yang berlawanan untuk mendapatkan hasil cara bertindak yang terbaik.

 

 

Yth. Sahabat Diskusihidup yang berpikiran maju,

 

Dalam hal hubungan perdata terutama yang berkaitan langsung dengan perjanjian kerja sama sangat perlu dibuat sesuai dengan ketentuan yang paling mengikat ataupun yang berdasarkan akta otentik, agar di kemudian hari tidak disalahtafsirkan atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak beritikad baik ataupun yang tidak memahami sejarah dibuatnya suatu perjanjian kerja sama.

 

Demikian pembahasan kita kali ini, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika penulis banyak kekurangan.

Semoga Sahabat tetap sehat dan tetap semangat 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me