PERJANJIAN KERJA SAMA SEBAIKNYA DIPERBAIKI JIKA TERJADI PERUBAHAN PARA PIHAK DENGAN BEBERAPA KONSEKUENSI DAN CARA-CARA TERTENTU
|
Ketika ada dua pihak atau lebih melakukan perjanjian
maka hal ini akan menimbulkan hak dan kewajiban. Kemudian dituangkanlah hak dan
kewajiban itu secara seimbang kedalam suatu produk. Produk mana dapat dibuat
secara notarial ataupun di bawah tangan. Secara notarial maksudnya dibuat oleh
dan di hadapan Pejabat Notaris. Sedangkan jika di bawah tangan artinya
perjanjian yang dimaksud hanya dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang
melakukan perjanjian.
Ketika ada salah satu pihak yang ingin melepaskan diri secara
utuh dari hak dan kewajiban yang sudah disepakati semula maka terdapat dua
jalan yaitu dengan memutuskan ataupun membatalkan perjanjian. Keduanya memiliki
akibat hukum yang berbeda.
1.
Memutuskan perjanjian.
Ketika perjanjian diputus maka terputus juga hak dan
kewajiban para pihak. Dalam hal ini sangatlah mungkin sudah ada hak yang
diterima dan kewajiban yang dikerjakan. Tentu saja sesuatu hal yang sudah
dikeluarkan pada dasarnya tidak perlu diganti karena merupakan resiko yang
harus diambil akibat putusnya perjanjian. Mungkin saja putusnya perjanjian itu
telah menimbulkan kerugian dari salah satu pihak. Namun mengenai kerugian
tersebut bisa saja para pihak sudah saling memahami dan tidak ada keinginan
untuk melakukan tuntutan ganti kerugian. Ketika salah satu pihak merasakan
kerugian dan melakukan tuntutan maka hal ini bisa saja menimbulkan kewajiban pada
pihak lainnya untuk mengganti kerugian tersebut.
Tuntutan ganti kerugian bisa diajukan langsung kepada
pihak lainnya ataupun melalui pengadilan dengan cara mengajukan gugatan
perdata. Oleh karenanya pemutusan perjanjian cenderung diupayakan oleh pihak
yang sudah tidak bersedia lagi untuk melaksanakan kewajibannya.
2.
Membatalkan perjanjian.
Pembatalan perjanjian berbeda akibat hukumnya dari
perihal pemutusan perjanjian. Melakukan pembatalan perjanjian karena memang
menginginkan perjanjian itu dianggap seperti keadaan semula layaknya tidak
terjadi perjanjian. Sehingga harapannya setiap keadaan dikembalikan pada
keadaan asalnya. Pihak yang mengupayakan pembatalan akan menginginkan setiap
kerugian yang sudah dikeluarkan diganti oleh pihak lainnya.
Pembatalan perjanjian diajukan ke pengadilan sesuai
kewenangannya. Oleh karenanya pembatalan perjanjian cenderung diupayakan oleh
pihak yang merasa hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak lainnya.
Bagaimana halnya jika
salah satu pihak ingin melepaskan diri dari sebagian hak dan kewajiban?
Salah satu pihak
mungkin merasa bahwa ia tidak dapat atau kemudian tidak ingin melaksanakan
sebagian kewajiban maka pihak tersebut dapat saja melibatkan pihak lain dengan
cara melakukan addendum pada perjanjian awal sehingga suatu pihak turut masuk
menjadi pihak dalam perjanjian tersebut. Melepaskan sebagian kewajiban tentunya
akan berdampak pada berkurangnya hak dari pihak yang melepaskan sebagian
kewajiban, karena hak dan kewajiban itu akan ada berdampingan dan berimbang.
Mungkinkah suatu perjanjian dari dua pihak diubah dan salah satu
pihak diganti atau menggantikan diri dengan pihak lainnya?
Mungkin saja
terjadi pada suatu perkara ada dua pihak yang telah melaksanakan perjanjian
kerja sama namun tidak lama kemudian salah satu pihak menunjuk pihak lain untuk
menggantikannya. Perjanjian yang kedua tidak dibuat sebagai perjanjian baru
melainkan sebagai addendum (perubahan). Hal seperti ini tidaklah diperkenankan
karena sejatinya jika suatu perjanjian kemudian diubah dengan menggantikan
salah satu pihak maka perjanjian yang sebelumnya patutlah untuk dihentikan atau
dibatalkan saja sehingga terbentuk perjanjian yang betul-betul baru meskipun
dengan maksud dan tujuan yang sama. Hal ini agar memutuskan secara utuh
hubungan hukum antara pihak pertama dengan pihak kedua.
Perjanjian awal dibuat dengan akta notaris kemudian
perjanjian berikutnya hanya di bawah tangan. Mungkin dibuat seperti ini karena
para pihak memang telah mengerti jika perubahannya dibuat dengan akta notaris
maka tidak akan disetujui oleh notaris yang ditunjuk sehingga mereka memutuskan
demikian dengan pertimbangan bahwa yang penting kerja sama dapat segera
dilaksanakan dan segera terealisasi apa yang menjadi maksud dan tujuan kedua
belah pihak. Jika para pihak adalah orang-orang yang tetap dan perjanjian tersebut
diselesaikan dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama mungkin tidaklah
masalah. Namun jika para pihak merupakan suatu badan hukum atau institusi yang
para pejabatnya akan berganti dari masa ke masa dan memiliki pemikiran atau
pertimbangan yang berlainan maka tentunya hal ini dapat menimbulkan
permasalahan di kemudian hari.
Dengan keadaan perjanjian kerja sama seperti paragraf di
atas maka pihak yang dianggap telah dirugikan dapat dengan mudah menyerang
pihak lainnya dengan alasan perjanjian tidak benar, tidak beritikad baik, atau
berdalih telah dikelabui sehingga dapat dengan mudah mengajukan pembatalan
perjanjian kerja sama. Dan jika pembatalan perjanjian diterima oleh majelis
hakim yang menyidangkan perkaranya maka pihak lainnya akan dapat menderita
kerugian yang sangat banyak.
Lalu apa yang mesti dilakukan jika sudah terlanjur berjalan setengah
jalan?
Selama suatu perjanjian masih dibuat berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak maka selama itu pula masih dapat diubah. Kedua belah pihak harus
memiliki itikad baik untuk memperbaiki keadaan. Oleh karena itu sebaiknya perjanjian
yang lama segera diakhiri dengan catatan-catatan tertentu sebagai berikut:
1.
Jika masih ada beban kewajiban
dari salah satu pihak kepada pihak lainnya maka jadikan itu sebagai utang
kewajiban yang akan dituangkan dan diperhitungkan pada perjanjian baru;
2.
Jika yang sebelumnya merupakan
perjanjian di bawah tangan maka perjanjian yang baru agar dibuat dan
ditandatangani di hadapan notaris, demikian pula perjanjian lain yang
mengikutinya (baik sebagai addendum maupun sebagai lampiran).
Meskipun demikian, ada etika yang perlu diperhatikan ketika
para pihak adalah orang-orang yang menduduki suatu jabatan yang dipengaruhi
oleh pihak lain. Untuk yang seperti itu sebagai contoh yang paling menonjol
adalah suatu Yayasan. Suatu Yayasan akan terdiri dari Pembina, Pengawas, dan
Pengurus. Manakala Pengurus dari suatu Yayasan melakukan kerja sama dengan
pihak lain dan membuat suatu perjanjian kerja sama (PKS) maka tentunya atau
seyogyanya kesepakatan itu telah diketahui dan disetujui oleh Pembina Yayasan
yang bersangkutan. Dalam hal ini keputusan dari Pengurus Yayasan dipengaruhi
oleh seseorang yang berkedudukan sebagai Pembina.
Ada kalanya suatu PKS diselenggarakan untuk jangka waktu
yang sangat lama bahkan hingga berpuluh-puluh tahun. Dan oleh karena itu bisa
saja terjadi perubahan Pembina Yayasan. Jika kebijakan Pembina yang terdahulu
dengan yang datang kemudian berbeda bahkan menginginkan sesuatu hal yang tidak
dapat dipenuhi oleh pihak lain tentunya yang akan terjadi adalah konflik
kepentingan, menimbulkan pertikaian atau sengketa perdata. Dan ketika kerja sama
tersebut sudah separuh jalan diselenggarakan, tentunya juga akan ada pihak yang
sangat dirugikan, sedangkan awalnya kerja sama yang dimaksud seyogyanya sudah
atas kesepakatan kedua belah pihak dan dilandasi itikad baik serta kewenangan
yang ada pada pihak masing-masing.
Berikut ini adalah tips-tips agar tidak terjadi perselisihan:
1.
Para pihak harus berupaya
berkomitmen untuk melaksanakan PKS sesuai dengan yang telah diperjanjikan;
2.
Jika kemudian terjadi
penyimpangan pelaksanaan diusahakan bukan karena kesengajaan melainkan keadaan force
majeur;
3.
Jika pada para pihak terjadi
pergantian orang maka seyogyanya tetap mendukung dan menghargai kebijakan
orang-orang terdahulu. Salah satu ciri Bangsa Indonesia adalah menghargai jasa-jasa
para leluhur atau para pendahulu;
4.
Saling mempertimbangkan tingkat
kerugian dari para pihak dan dampaknya terhadap kepentingan umum jika kerja
sama dihentikan hanya karena berorientasi pada egoisme pihak sendiri.
5.
Kegiatan kerja sama memang
merupakan bidang perdata namun tidak selamanya harus berorientasi pada
perolehan profit melainkan juga tetap mempertimbangkan silaturahmi atau
keberlangsungan hubungan baik antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.
6.
Ketika hendak mengubah
kesepakatan, senantiasa terlebih dahulu menilai dan mempertimbangkan bagaimana
jika seandainya kita berada pada posisi orang lain. Belajar berpikir terbalik
dan yang berlawanan untuk mendapatkan hasil cara bertindak yang terbaik.
Yth. Sahabat Diskusihidup yang berpikiran maju,
Dalam hal hubungan perdata terutama yang berkaitan
langsung dengan perjanjian kerja sama sangat perlu dibuat sesuai dengan
ketentuan yang paling mengikat ataupun yang berdasarkan akta otentik, agar di
kemudian hari tidak disalahtafsirkan atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang
tidak beritikad baik ataupun yang tidak memahami sejarah dibuatnya suatu
perjanjian kerja sama.
Demikian pembahasan kita kali ini, semoga bermanfaat.
Mohon maaf jika penulis banyak kekurangan.
Semoga Sahabat tetap sehat dan tetap semangat
Komentar