بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Yth. Sahabat Diskusi Hidup.
Pada pertemuan kali ini kita akan memberi nasihat tentang perceraian untuk orang-orang yang akan atau berniat untuk
memutuskan ikatan perkawinan. Berikut ini adalah diskusi hidup yang cukup mendasar dalam kehidupan.
Memulai rumah tangga itu mungkin pada umumnya adalah suatu hal yang mudah. Ada juga sebagian orang mendapatkan pengalaman ketika akan melangsungkan pernikahan harus melalui dahulu berbagai perjuangan hingga sampai pada jenjang pernikahan.
Namun tidak sedikit pula orang-orang yang setelah menikah malah mengalami berbagai permasalahan lanjutan yang mungkin sudah mereka alami sejak sebelum menikah, atau bahkan mungkin hal ini merupakan permasalahan yang baru dialami oleh mereka. Dan sesungguhnya permasalahan yang timbul di dalam pernikahan adalah lebih berat dan lebih kompleks dibandingkan ketika belum menikah.
Ketika sebelum menikah, permasalahan yang timbul biasanya mengenai hal restu orang tua. Ada orang tua yang tidak setuju atas rencana pernikahan anaknya dikarenakan mungkin calon suaminya tidak bekerja, atau sudah bekerja namun penghasilannya sangat rendah di bawah standar kebutuhan hidup keluarga atau jenis pekerjaannya dipandang kurang layak oleh orang tua tersebut. Hal-hal seperti ini berada di sekitaran permasalahan keadaan ekonomi dan status sosial dalam masyarakat.
Atau ada juga ketidaksetujuan orang tua atas rencana pernikahan anaknya dikarenakan satu pihak merasa pihak keluarga calon menantu dan calon besan bukanlah orang-orang yang memiliki dasar-dasar atau prinsip kehidupan yang sama. Hal-hal seperti ini berada di sekitaran permasalahan adat kebiasaan dan agama.
“TANAMKAN BAHWA TIDAK ADA WANITA LAIN YANG TERBAIK SELAIN ISTRI SENDIRI. KARENA KEBAIKAN ITU BUKAN HANYA DILIHAT DARI SEGI WAJAH ATAUPUN BENTUK FISIK.”
Coba bayangkan, memiliki istri itu sangatlah membahagiakan, bisa lebih irit, bisa lebih tenang, tidak ada rasa khawatir, karena Allah SWT akan selalu bersama keluarga yang rukun. Jika Sahabat Diskusi Hidup mengurusi istri dan anak-anak, yakinlah Allah SWT akan memberikan yang lebih baik dari itu. Namun jika Sahabat lupa diri dan mengabaikan istri dan anak-anaknya, maka Allah SWT akan mengabaikan Sahabat dan membiarkan dalam kesesatan. Jangan tergiur untuk bercumbu kasih dengan wanita lain, istri Sahabat sudah sangat baik, telah berusaha berbakti kepada suami dengan segala keterbatasannya.
Kecantikan dan kebaikan wanita lain adalah godaan bagi Sahabat, maka bersabarlah dan berteguh hatilah. Ketika Sahabat mulai tergoda dan bercumbu kasih dengan wanita lain, waspadalah bahwa itu adalah pintu kehancuran, kehancuran keluarga namun bukan kehancuran istri dan anak-anaknya, karena sesungguhnya itu adalah kehancuran diri Sahabat sendiri. Wanita lain belum tentu menyayangi Sahabat dengan tulus. Istri Sahabat mungkin sudah meniti karir kehidupan bersama sejak Sahabat masih susah atau setidak-tidaknya belum sukses seperti sekarang. Wanita lain datang atau Sahabat datangkan ke dalam kehidupan Sahabat mungkin pada saat Sahabat sudah berada dalam sukses. Sungguh itu adalah suatu godaan.
Keadaan yang sangat berat sebagaimanapun seyogyanya tetap dipertahankan. Mungkin saja Sahabat akan mengalami salah satu contoh di atas. Tetap ingat dan fokus terhadap tujuan akhir menjalani perkawinan, bersama-sama menggapai dan menikmati surganya Allāh SWT. Tetap berjuang untuk kebersamaan sebagai suatu keluarga karena sejatinya setiap orang senantiasa diuji, dan berimanlah orang-orang yang telah lulus menempuh ujian tersebut. Sebagaimana firman Allāh dalam Al-Quräan, QS. Al-Ankabūt: 2, yang diterjemahkan sebagai berikut:
”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?”
Ujian itu tidak akan pernah ada habisnya selama hayat masih dikandung badan, dan jika ujian yang sekarang tidak bisa dilalui dengan baik, maka bersiaplah untuk menghadapi ujian yang berikutnya.
Berikut ini penulis bahas secara lebih mendalam tentang bagaimana berada dalam keadaan genting di ujung tanduk suatu perkawinan.
1. Persoalan ekonomi. Kekurangan penghasilan, hidup pas-pasan, suami atau istri sulit mendapatkan pekerjaan untuk penghidupan sehari-hari. Salah satu pasangan terjebak dalam suatu bisnis yang merugikan, terjerat hutang, atau tertipu oleh orang lain.
Cara menyikapinya adalah sebagai berikut:
a. Kekurangan penghasilan, hidup pas-pasan, suami atau istri sulit mendapatkan pekerjaan untuk penghidupan sehari-hari.
Bagi orang-orang seperti ini, maka bersabarlah. Insyā Allāh jalan keluar akan ada, hanya masalah waktu saja. Yakinlah ketika berada pada waktunya semua akan ada jalan keluarnya, yang terkadang harus sampai berada pada detik-detik terakhir penantian sebelum akhirnya mendapatkan solusi (jalan keluar dari permasalahan), yang penting berikhtiar (berusaha) dan yakin.
Perbanyaklah bersyukur dengan keadaan yang ada, masih bisa makan, masih bisa pinjam dari saudara atau orang lain, dan masih banyak orang yang peduli dengan kita, yang penting jangan menjadi orang yang malas bekerja. Jika seseorang malas bekerja dan terlalu memperhitungkan upah atau gaji, maka orang lain bisa saja akan menjadi tidak bersimpatik kepada orang tersebut.
Masih banyak di luar sana orang-orang yang kekurangan makanan, namun mereka tetap bersyukur, rajin beribadah, bertakwa kepada Allāh ﷻ. Masih banyak di luar sana orang-orang yang dalam keadaan sakit, cacat, atau kemampuan bergerak terbatas namun masih mau bekerja dan tidak berkeluh kesah.
Dan banyak juga orang-orang yang selama ini kita ketahui hidupnya pas-pasan, sederhana, namun bisa menyekolahkan anak-anaknya bahkan sampai selesai menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Janganlah salah satunya merasa ingin keluar dari permasalahan sendiri. Suami-istri itu adalah satu dalam rumah tangga. Jalani suka dan duka bersama. Dengan bersama Kalian akan menjadi lebih kuat. Jika berpisah tentunya akan hancur, meskipun mungkin hanya salah satu dari Kalian yang hancur namun itu sudah melanggar janji, komitmen, dan sportifitas, serta tidak memiliki kehormatan diri.
Tetaplah berjuang bersama, selama-lamanya.
b. Salah satu pasangan terjebak dalam suatu bisnis yang merugikan, terjerat hutang, atau tertipu orang lain.
Ketika seorang suami merupakan orang yang memiliki pekerjaan sederhana atau bahkan berada pada status ekonomi yang sangat lemah, tentunya sang istri juga akan cenderung berusaha untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ekonominya. Sehingga mungkin akhirnya sang istri juga bekerja atau meminjam uang orang lain baik dengan atau tanpa sepengetahuan suaminya. Yang lebih cenderung akan menimbulkan keributan dalam rumah tangga adalah ketika sang istri meminjam uang atau membeli suatu barang dengan pinjaman tanpa sepengetahuan suaminya. Lalu karena sudah bertambah banyak tidak bisa membayar atau melunasinya kemudian ditagih berulang kali oleh orang lain sehingga suaminya mengetahui hal itu dan menjadi susah, membebani pikirannya, akhirnya bisa bertengkar dan saling menyalahkan satu sama lain.
Dengan keadaan seperti di atas, ada pula istri yang meminjam atau membeli barang-barang bukan untuk sesuatu yang urgent (mendesak) yang harus dibeli sesegera mungkin. Ada yang membeli bahkan dengan cara berhutang, hanya untuk memuaskan keinginan atau bahkan rasa gengsi di depan teman atau tetangganya, hanya sekedar untuk menutupi ketidakmampuannya memenuhi keinginan. Sehingga terjerat atau terjebak seolah-olah menjadi memenuhi keingingan orang lain bukan kebutuhan diri sendiri atau keluarganya. Hal seperti ini banyak terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Akhirnya sang istri dikejar-kejar hutang, mau bilang kepada suaminya tetapi takut tidak dapat mempertanggungjawabkannya.
Ada pula istri yang aktif bekerja atau bahkan berbisnis. Oleh karena tidak bersyukur, menjadi lupa diri, ingin mengejar keuntungan yang berlimpah, melakukan suatu bentuk usaha bisnis tanpa memperhitungkan kemampuan dan resiko. Kemudian bisnis yang diusahakannya kacau balau, akhirnya banyak hutang, rumah dan harta yang dimiliki menjadi taruhannya. Dalam keadaan seperti ini terkadang sang istri akan berputus asa dan memilih meminta cerai dari suaminya dengan beberapa kemungkinan pertimbangan atau alasan.
Kemungkinan alasan atau pertimbangan seorang istri ingin bercerai dari suaminya adalah sebagai berikut:
a. sudah memiliki pria idaman lain;
b. merasa malu, bahkan kecewa dengan keadaan, dan tidak ingin membebani suaminya dengan permasalahan hutang yang sudah dibuatnya, atau tidak ingin selalu dipersalahkan atas perbuatan salahnya itu;
c. tidak bertanggung jawab dan merasa lebih baik jika sudah menjalani kehidupan sendiri; dan/atau
d. dan lain-lain.
Adapun kemungkinan alasan atau pertimbangan seorang suami ingin bercerai dari istrinya adalah sebagai berikut:
a. sudah memiliki wanita idaman lain;
b. merasa malu, bahkan kecewa dengan keadaan, dan menginginkan istrinya mendapatkan yang lebih baik daripadanya;
c. tidak bertanggung jawab, merasa seolah-olah jika hidup sendiri akan menjadi lebih mudah baginya; dan/atau
d. dan lain-lain.
2. Persoalan generasi. Sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai anak, sudah berusaha tetapi sering keguguran, atau bahkan salah satunya ada yang mengalami kemandulan. Mempunyai anak namun sudah meninggal dunia mendahului, dititipi atau diberikan anak oleh saudara atau orang lain, atau membuang anak namun ingin mengambil lagi dalam pemeliharaannya.
Cara menyikapinya adalah sebagai berikut:
a. Sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai anak, sudah berusaha tetapi sering keguguran, atau bahkan salah satunya ada yang mengalami kemandulan.
Bersabarlah dengan keadaan-keadaan seperti ini. Yakinlah bahwa di setiap keadaan ada hikmahnya yang terbaik disisi Allāh ﷻ. Manusia boleh berkeinginan mendapatkan sesuatu yang ideal, memiliki istri, dan mendapatkan keturunan. Namun Tuhan lah yang menentukan mana yang terbaik bagi makhluk-Nya. Syariat mengajarkan seseorang untuk memiliki suami atau istri, namun memiliki keturunan bukanlah suatu kewajiban.
Jika tidak mendapatkan anak dari keturunan sendiri maka tidaklah mengapa mengasuh anak dari keturunan orang lain. Mungkin dengan cara mengadopsi anak teman, saudara, kerabat, atau bahkan orang lain yang tidak dikenal sama sekali (diperoleh dari panti asuhan atau menemukan di suatu tempat). Atau jika sang istri mengizinkan sang suami dapat menyatukan wanita lain ke dalam perkawinannya tanpa menceraikan istrinya itu dengan harapan akan mendapatkan keturunan, jika yang mandul adalah istrinya. Jika suaminya yang mandul, mungkin masih bisa memperistri wanita lain yang sudah memiliki anak. Yang jelas, tidak sampai merebut istri orang lain. Namun semuanya harus dibicarakan dan diselesaikan dengan cara yang baik tanpa ada keributan dan tidak ada perceraian.
b. Mempunyai anak namun sudah meninggal dunia mendahului, dititipi atau diberikan anak oleh saudara atau orang lain, atau membuang anak namun ingin mengambil lagi dalam pemeliharaannya.
Jika ada yang mempunyai anak namun sudah meninggal dunia, bersabarlah, mungkin saja ia bisa menjadi sebab orang tuanya masuk surga. Berdoalah agar diberi keturunan lagi yang saleh. Bersyukurlah karena selama ini sudah dengan baik merawatnya dan penuh kasih sayang.
Jika ada yang dititipi anak oleh teman atau saudaranya, maka peliharalah ia dengan baik, dan perlakukan ia seperti anak kandung sendiri. Jangan sekali-kali memutuskan tali silaturahmi anak tersebut dengan keluarga aslinya (orang tua kandung atau sedarah). Dalam hal ini keturunan (nasab) tidak boleh disamarkan atau dialihkan atau dipalsukan, ia tetap menggunakan nasab bapaknya yang asli. Janganlah terdorong untuk berbuat zalim terhadap kedua orang tua si anak karena tidak ingin kehilangan kasih sayang dari anak angkatnya itu. Izinkan si anak untuk bisa bertemu dengan keluarga asalnya sewaktu-waktu. Mengangkat pengasuhan dengan cara melakukan perjanjian tentang pelarangan mengungkap identitas si anak, adalah suatu perbuatan zalim, bagi kedua belah pihak.
Namun ada juga orang-orang yang sudah membuang anaknya menginginkan kembali anak tersebut dalam pemeliharaannya. Ada yang membuang anak karena ingin menutupi permasalahan, dengan cara membuang ke sembarang tempat, ada juga yang membuangnya ke rumah seseorang atau panti asuhan. Ada yang sudah memberikan anaknya untuk diasuh orang lain, mungkin teman, saudaranya atau orang lain yang sama sekali tidak dikenal. Kemudian pada suatu hari timbullah kerinduannya terhadap sang anak, dan bisa saja orang itu meminta kembali anaknya. Jika itu terjadi, tentunya orang tua angkatnya sudah kembali lagi ke keadaan semula tidak memiliki anak dalam asuhan mereka.
Berdasarkan ilustrasi di atas, sangat nampak bahwa anak hanyalah titipan, yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh pemiliknya, yaitu Allāh ﷻ . Oleh karena itu, persoalan generasi seperti yang telah dijelaskan di atas, sebaiknya tidaklah menjadi penyebab sebuah rumah tangga bercerai.
3. Persoalan jasmani. Salah satu pasangan sudah mulai terlihat tidak menarik, tidak cantik, tidak tampan lagi, atau ada yang sudah menjadi cacat, menderita impotensi, lumpuh, atau koma.
Cara menyikapinya adalah sebagai berikut:
a. Salah satu pasangan sudah mulai terlihat tidak menarik, tidak cantik, tidak tampan lagi.
Kalau untuk mencari kesempurnaan dalam hal penampilan tidak akan selamanya terpenuhi. Meskipun pada saat di usia muda seseorang itu cantik, tampan, menarik, dan lain-lain, namun seiring berjalannya waktu semua itu akan memudar. Yang tersisa hanyalah rasa kasih sayang dan keikhlasan dalam menerima keadaan diri masing-masing, meskipun mungkin salah satunya sudah terlebih dahulu menjadi tidak cantik, tidak tampan, tidak menarik, dan tidak-tidak yang lainnya.
Masalah fisik yang datang kemudian itu seharusnya tidak menjadi masalah karena sejatinya yang seharusnya menyatu dan terikat adalah bukan raganya melainkan jiwanya, hati pasangan suami dan istri itu.
Janganlah bercerai karena sudah tidak mendapatkan lagi keindahan dari pasangannya. Bayangkan bagaimana seandainya hal itu menimpa pada diri kita, tentunya orang yang normal akan menginginkan juga toleransi dan keikhlasan dari pasangannya untuk tetap menerima keadaan apa adanya.
b. Ada yang sudah menjadi cacat, menderita impotensi, lumpuh, atau koma.
Demikian juga halnya, ketika salah satu pasangan ada yang menjadi cacat, menderita impotensi, lumpuh, atau koma dikarenakan tertimpa suatu musibah atau terserang penyakit. Tentunya setiap orang tidak akan dengan sengaja membuat dirinya berada dalam keadaan-keadaan seperti itu. Dan ketika takdir yang harus dihadapi begitu menyedihkan, hal ini tidak hanya membutuhkan kesabaran dan keikhlasan dari orang yang menderita keadaan itu namun juga kesabaran dan keikhlasan dari keluarga terutama pasangannya.
Maka bersabarlah, Sahabat. Kesabaranmu hanya sebatas kematian, ujianmu hanya sebatas itu, kematian di antara salah satu pasangan. Dampingi pasangan hingga kematian memisahkan. Kesan yang baik seyogyanya ditinggalkan bukan hanya bagi orang-orang yang berpisah dalam keadaan hidup, namun juga bagi orang-orang yang akan terpisah karena kematian.
4. Persoalan psikologis. Rasa cinta dan kasih sayang sudah mulai luntur, mulai ada perasaan tidak nyaman tinggal dan bergaul bersama pasangan, sering mendengarkan kalimat-kalimat kasar dari pasangannya, salah satu pasangan sudah mulai main gila atau berkomunikasi mesra dengan pihak lain, atau salah satunya sudah mulai pikun, hilang ingatan, atau bahkan gila.
Cara menyikapinya adalah sebagai berikut:
a. Rasa cinta dan kasih sayang sudah mulai luntur, mulai ada perasaan tidak nyaman tinggal dan bergaul bersama pasangan, sering mendengarkan kalimat-kalimat kasar dari pasangannya, atau bahkan perlakuan kasar sampai tingkat penganiayaan.
Menjalani hidup berumah tangga tentunya akan mengalami pasang-surut. Keadaan ini bukan hanya pada bidang ekonomi dan lain-lain yang bersifat materiel, namun bisa juga pada bidang hati, perasaan di antara pasangan suami istri. Seiring bergulirnya waktu, mungkin banyak dinamika yang terjadi di dalam kehidupan suatu rumah tangga. Ada yang selalu menyayangi keluarganya, ada yang menyayangi pasangannya saja, dan ada juga yang hanya menyayangi anak-anaknya.
Rasa cinta, kasih sayang kepada pasangan bisa saja menjadi luntur, dan terkadang mungkin ada perasaan tidak nyaman tinggal dan bergaul dengan pasangannya. Hal-hal seperti ini jangan dibiarkan berlarut-larut. Pasangan tersebut harus segera mencari dan mengenali akar permasalahannya agar dapat segera diatasi dengan cara yang tepat. Jika semakin lama dibiarkan, mungkin andaikan ditemukanpun solusinya, belum tentu bisa teratasi dan menjadi normal kembali dalam waktu yang relatif singkat. Ibarat suatu karat pada logam, semakin lama dibiarkan maka akan semakin membutuhkan waktu juga dapat menjadi bersih kembali seperti semula.
Cobalah mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan suasana baru, lebih sering bersama dan mengobrol, saling mendengarkan curhatan dengan sikap antusias, atau bahkan bisa melakukan hal yang jarang dilakukan orang lain misalnya berangkat ke masjid bersama-sama pasangan untuk melaksanakan shalat berjamaah. Mungkin berada dalam suasana seperti masih belum memiliki anak bisa mengingatkan kembali pada masa-masa ketika masih muda/remaja.
Dalam suatu rumah tangga, sedikit pertengkaran itu mungkin lumrah, namun harus tahu kadar atau tingkat pertengkarannya. Kalau hanya berselisih pendapat dengan kalimat-kalimat yang wajar saja mungkin belum menjadi masalah. Namun ketika sudah sampai pada mengeluarkan kata-kata kasar atau bahkan kotor atau lebih parah lagi sampai pada kekerasan fisik atau penganiayaan, seyogyanya ini menjadi renungan bagi suatu pasangan.
Landasi segalanya dengan kasih sayang. Diharapkan ketika berselisih paham dalam keadaan amarahpun dapat segera mereda dan saling meminta maaf, dikarenakan landasan kasih di antara keduanya masih kuat. Suatu rumah tangga yang baik bukan berarti rumah tangga yang tidak pernah berselisih paham atau bertengkar, melainkan yang segera saling memaafkan dan bersikap kasih sayang kembali. Tidak lupa memperbanyak meminta ampun kepada Allāh ﷻ atau berdzikir agar hati menjadi tenang.
Cobalah sekali-kali, ketika bangun di tengah malam atau di pagi buta, lihatlah wajah pasangannya atau juga anak-anak. Semoga mendapatkan hidayah ketika melihat mereka, semoga mendapatkan kebahagiaan setelah melihat mereka.
Bagi suami, bayangkan sang istri sebentar lagi harus shalat Subuh, atau mandi, lalu menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anak. Atau untuk itu ia belum sempat mandi di pagi hari karena ingin mengejar waktu supaya suami dan anak-anaknya tidak sempat merasakan lapar. Setelah itu sang istri menyiapkan keperluan yang lain, baik keperluan suaminya sebelum berangkat ke tempat kerja dan anak-anaknya yang akan melaksanakan pelajaran (mungkin secara online ataupun offline). Terlebih lagi jika ia pun harus segera berangkat ke tempat kerja sebagai wanita karir. Alangkah sangat banyak kegiatan sang istri. Untuk istri yang tidak berkarir pun tetaplah ia bekerja meskipun di rumah. Mungkin ia bisa berjualan online atau offline tergantung ketersediaan tempatnya. Namun yang pasti wanita ini tentunya akan merapikan seisi rumah agar tampak bersih dan rapi untuk menjaga kesehatan jiwa dan raga seisi rumah. Kegiatan ini pun tentunya cukup menyita banyak waktu, meskipun seorang ibu rumah tangga hanya berada di rumah namun tidaklah diam membisu. Sebelum suami dan anak-anaknya pulang ke rumah tentunya sudah disiapkan segala sesuatunya untuk makan siang dan malam. Alangkah berat dan mulianya pekerjaan seorang istri apapun bentuknya baik wanita karir ataupun ibu rumah tangga.
Bagi istri, suaminya telah bersusah payah mencari nafkah, pergi pagi pulang sore atau bahkan malam hari, dan tidak jarang juga ada yang baru pulang tengah malam atau dini hari. Setiap kali pulang kerja tentunya cenderung akan membawa beban hasil pekerjaannya di hari itu. Seyogyanya sang istri dapat menghibur atau membuat suami terasa nyaman ketika kembali ke rumah. Usahakan bersikap dengan baik di hadapan suami, hindari menambah beban suami, terlebih lagi ia dalam keadaan lelah. Apa yang ia raih hari itu seyogyanya disyukuri saja, karena jika istri mengeluh alias mengomel, tentunya hal ini akan tambah membebani keadaan jiwa dan raganya, sehingga dapat menimbulkan terjadinya pertengkaran.
Suami dan istri bersabarlah, saling memaklumi kekurangan masing-masing. Jika suami memiliki sifat mudah merasa kesal dan marah, sang istri harus bisa mengimbangi dengan ketenangan dan kesejukan. Sang suami usahakan jangan sampai berlaku kasar terhadap istrinya. Terutama bagi yang sudah dikaruniai anak, istri itu setidak-tidaknya ibu dari anaknya yang perlu dijaga kerhormatannya di hadapan anak. Ketika seorang suami senantiasa menjaga kehormatan istrinya insyā Allāh anak-anaknya pun akan menghormati ibunya itu. Hindari kekerasan dalam bentuk apapun, karena seharusnya wanita itu patut dilindungi bukan malah menjadi korban kekerasan. Perbanyak mengingat Allāh ﷻ (dzikir) serta memohonkan ampunan dari-Nya, dan hindari mengkonsumsi barang-barang haram seperti narkotika dan minuman keras serta rokok. Barang-barang haram tersebut dapat mempengaruhi jiwa dan pikiran menjadi tidak stabil.
b. Salah satu pasangan sudah mulai main gila atau berkomunikasi mesra dengan pihak lain.
Kejenuhan kadang bisa hinggap pada diri seseorang, baik suami ataupun istri. Hal ini juga yang dapat memicu seseorang untuk mencari kesenangan dengan orang lain yang sebagai PIL (pria idaman lain) ataupun WIL (wanita idaman lain). Namun tidak jarang juga seseorang melakukan hal itu karena sifat yang sudah ada diturunkan sejak lahir melekat dalam dirinya yang tidak dikendalikan melainkan diumbar sehingga nampak dalam perilakunya. Baca juga penjelasan penulis tentang
sifat, sikap, dan perilaku. Sifat buruk tidak selamanya dimunculkan dalam perbuatan. Dan orang baik tidak selalu berasal dari orang yang bersifat baik. Bisa saja orang baik juga merupakan orang yang memiliki sifat buruk namun tidak dimunculkan dalam sikap dan perbuatannya. Jadi, orang baik adalah orang yang berperilaku baik, dan orang jahat adalah orang yang berperilaku buruk.
Jika seorang suami mulai terlihat ada gelagat (tanda-tanda) memiliki idaman lain, maka sang istri sebaiknya mulai menasihati dengan cara yang baik dan tidak langsung menuduh. Demikian pula sebaliknya jika istri sudah mulai terlihat ada keganjilan dalam sikapnya, nasihatilah dengan cara yang baik. Pada dasarnya setiap orang tidak suka dituduh, apalagi jika tuduhan tersebut tidak benar. Jika caranya dalam menasihati sudah tepat dan sangat menyentuh di hati pasangannya, insyā Allāh ia akan segera sadar dan kembali ke
jalan yang lurus. Pada dasarnya setiap orang membutuhkan orang lain untuk bisa saling mengingatkan (lihat
QS. Al-'Ashr).
Bersabarlah di antara keduanya. Dengan kesabaran itu semoga dapat menimbulkan rasa iba. Rasa iba dapat menjadi jalan bagi seseorang kembali kepada kebaikan.
c. Salah satunya sudah mulai pikun, hilang ingatan, atau bahkan gila.
Suatu pasangan pada umumnya menikah dengan adanya perbedaan usia antara yang laki-laki dan yang perempuan. Terkadang yang laki-laki lebih tua atau bahkan jauh lebih tua, terkadang yang perempuan lebih tua juga bahkan ada yang jauh lebih tua dibandingkan pasangannya. Umumnya bagi orang-orang yang jarang menggunakan otaknya untuk berlatih berpikir biasanya akan cenderung lebih cepat mengalami proses pikun. Sedangkan orang yang lebih aktif biasanya akan mengalami kepikunan lebih lambat. Orang yang pikun itu dikarenakan kemampuan otaknya melemah dalam mengingat, menangkap, dan mencerna keadaan di sekitarnya dan yang ia alami. Kepikunan yang sangat parah akan berupa hilang ingatan.
Orang yang hilang ingatan juga dapat dikarenakan adanya goncangan pada kepala terutama bagian otak dan syaraf otak sehingga mempengaruhi fungsi otak secara signifikan. Namun keadaan seperti ini suatu saat dapat kembali menjadi normal atau sembuh. Keadaan hilang ingatan yang sangat parah akan mengarah pada keadaan gila, yang mana fungsi otak menjadi tidak terkendali sehingga perilaku individu pun menjadi tidak terkendali dan di luar kewajaran. Oleh sebab itu bagi orang yang mengidap keadaan yang terakhir itu biasa disebut sebagai ”orang gila”.
Siapa saja yang memiliki pasangan yang mengalami keadaan-keadaan seperti dijelaskan di atas, perlu memiliki kesabaran dan keikhlasan yang sangat luar biasa. Setidaknya anggaplah apa yang Sahabat hadapi dan lakukan ini untuk menjaga keutuhan rumah tangga dan karena menyayangi anak (terutama bagi yang memiliki anak). Terutama jika sudah berada pada usia lanjut, anggap saja sambil menjalani sisa-sisa hidup, ibaratnya tinggal selangkah lagi menuju kesuksesan mengharapkan rida Allāh ﷻ dengan bersabar lagi menahan diri.
Bagi siapa saja yang tindakannya dianggap tidak terkendali meskipun ia termasuk kategori manusia normal tetap saja akan cenderung disebut sebagai ”orang gila”. Terhadap keadaan orang seperti ini, memerlukan pertolongan pihak yang berwajib untuk menertibkan agar tidak mencelakai orang lain. Bagi pasangan yang masih saling menyayangi, pertahankan keutuhan rumah tangga, dan berharap ke depan bisa menjadi lebih baik. Berjuanglah Sahabat sekuat tenaga!
5. Persoalan keluarga samping. Campur tangan orang tua atau mertua dominan dalam pembinaan rumah tangga inti yang bukan wilayah kewenangan mereka, dominasi prinsip dasar keluarga baru muncul di tengah-tengah perkawinan, orang tua atau mertua membutuhkan perhatian lebih dari salah satu pasangan baik dari segi ekonomi ataupun dari segi psikologis berupa perhatian karena mungkin ada yang tinggal sendirian atau sakit menahun.
Cara menyikapinya adalah sebagai berikut:
a. Campur tangan orang tua atau mertua dominan dalam pembinaan rumah tangga inti yang bukan wilayah kewenangan mereka, dominasi prinsip dasar keluarga baru muncul di tengah-tengah perkawinan;
Bersabarlah terhadap intervensi dari orang tua atau mertua tentang urusan rumah tangga sendiri. Terkadang orang tua atau mertua mungkin tidak sadar atas kekeliruannya mengatur-atur rumah tangga anaknya. Harap dimaklum karena orang tua atau mertua pada dasarnya mungkin merasa peduli dan menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Nasihati mereka dengan penuh kesabaran, atau bisa juga seolah-olah mengikuti arahannya (untuk mencegah mereka tersinggung atau sakit hati) namun jika arahan itu menurut pertimbangan tidak cocok jika diterapkan di dalam rumah tangga, sementara bisa ditunda dan dikaji lebih dalam lagi, belum tentu setiap kebaikan cocok diterapkan pada situasi yang lain.
Yang terpenting adalah bahwa setiap pasangan harus kompak dalam hal mengusahakan dan mencapai kebaikan. Selalu berdoa memohon petunjuk dan pertolongan Allāh ﷻ semata. Keduanya senantiasa berusaha untuk berlaku adil terhadap orang tua kedua belah pihak (masing-masing). Perlu diingat bahwa adil itu bukan berarti mendapatkan bagian atau perlakuan yang sama persis.
b. Orang tua atau mertua membutuhkan perhatian lebih dari salah satu pasangan baik dari segi ekonomi ataupun dari segi psikologis berupa perhatian karena mungkin ada yang tinggal sendirian atau sakit menahun.
Ketika ada orang tua dari salah satu pasangan yang membutuhkan perhatian lebih, tentunya membutuhkan pengertian dari pasangannya. Jika tempatnya ada dan memungkinkan, sebaiknya himpun dalam satu rumah agar lebih mudah memperhatikannya. Mungkin orang tuanya ada yang sedang sakit parah atau menahun (kebetulan bersedia tinggal bersama salah seorang anaknya), membutuhkan perhatian lebih dari anaknya ini ketika anak-anak yang lain tidak ada yang bisa merawat. Dan ketika sang anak, terutama menantu dan cucu-cucunya, sudah memutuskan untuk menerimanya dalam lingkungan tempat tinggal mereka, maka mereka harus sudah siap dengan segala kemungkinan hal-hal yang dapat membuat mereka merasa tidak nyaman. Ini ujian kesabaran dan keikhlasan bagi mereka, baik karena orang tua tersebut sudah tidak memiliki tempat tinggal atau tidak ada lagi yang mengurus ataupun karena orang tua sudah mulai sakit-sakitan.
Dengan bertambahnya tanggung jawab seperti itu jangan sampai mengakibatkan suami-istri menjadi bercerai. Jika memang sudah tidak bisa tertampung dalam satu rumah, carilah tempat lain yang sangat dekat dengan rumah agar masih mudah dalam perawatan orang tuanya dengan cara mencarikan tempat sewaan, sekalipun terpaksa yang sangat sederhana namun bersih dan layak untuk ditinggali.
6. Persoalan agama atau keyakinan. Pada saat menikah dalam keadaan berbeda agama, berebut pengaruh agama yang akan diterapkan terhadap anak-anaknya, atau salah satu pasangan beralih dan menjadi berbeda keyakinan di tengah perjalanan.
Cara menyikapinya adalah sebagai berikut:
a. Pada saat menikah dalam keadaan berbeda keyakinan (agama), berebut pengaruh agama yang akan diterapkan terhadap anak-anak mereka.
Ketika dua orang menikah dalam keadaan berbeda keyakinan, harapannya hal ini sudah merupakan sesuatu yang sudah dipertimbangkan dengan seksama. Segala resiko yang masih berlanjut dan akan timbul di kemudian hari sudah harus senantiasa siap menjalani dan menghadapinya. Mungkin awalnya salah satu pasangan mengira atau berharap bahwa ketika nanti sudah berada dalam satu perkawinan lambat laun pasangannya akan bersedia beralih keyakinan. Namun ketika ternyata menemui kesulitan, salah satunya merasa sudah gagal lalu berputus asa, sehingga akhirnya memutuskan untuk berpisah. Dan sayangnya terkadang keadaan seperti itu bisa berlangsung hingga waktu yang sangat lama, bahkan hingga anak-anak mereka dewasa dan sudah menikah, notabene suami-istri itu sudah berada pada usia yang sudah cukup tua. Sangat disayangkan jika di akhir-akhir masa tua malah berpisah. Hal ini akan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi anak-anaknya dan orang lain yang mengetahuinya.
Ketika sudah memiliki anak, tidak sedikit pula yang kemudian berebut pengaruh dalam hal penentuan agama si anak. Namun ada juga yang memberi kebebasan kepada anaknya untuk memilih mana yang baik menurut anak itu sesuai hati nuraninya. Kemungkinan-kemungkinan seperti yang telah dijelaskan tersebut cenderung akan banyak dialami.
Untuk keadaan yang seperti ini tidak ada jalan keluarnya jika satu sama lain masih memaksakan agar memiliki keyakinan yang sama. Dalam hal ini tindakan represif menjadi tidak efektif, melainkan harus menggunakan tindakan preventif. Oleh karena itu, sebisa mungkin tidaklah menikah ketika masih berbeda keyakinan.
b. Salah satu pasangan beralih dan menjadi berbeda keyakinan di tengah perjalanan.
Selain keadaan yang dijelaskan di bagian a, ada juga keadaan lain yang mana sebelum pasangan melangsungkan pernikahan mereka sudah memiliki kesamaan keyakinan, namun selama masa perkawinan ada hal-hal yang membuat salah satunya menjadi berubah pikiran dan mengubah keyakinannya.
Ada pula orang yang suka melakukan kawin cerai, menikah lalu tidak lama kemudian bercerai. Berada dalam suatu perkawinan itu bukanlah permainan, melainkan perjanjian mendampingi hingga maut memisahkan, ini hal yang sangat serius. Ada yang kawin cerai hingga 2 kali, 3 kali, bahkan ada yang lebih dari itu hanya karena ingin mendapatkan pasangan yang lebih baik, bisa tergiur karena harta ataupun keindahan duniawi.
Apa yang sebenarnya Sahabat cari dengan melakukan kawin cerai terus menerus? Karena semua itu hanya bersifat sementara.
Jangan meninggalkan suami karena ia sudah menjadi sangat miskin!
Jangan meninggalkan istri karena ia sudah menjadi buruk rupa atau cacat fisik sejelek-jeleknya!
Kedua belah pihak perlu saling introspeksi diri kenapa hal seperti ini bisa terjadi. Kembalilah ke jalan yang benar, carilah yang lebih masuk akal dan sesuai dengan panggilan hati nurani yang paling dalam. Tetaplah berada dalam satu perkawinan, saling menjaga dan menguatkan di jalan yang benar, serta tidak tergiur dengan tipu daya duniawi.
Semoga Allāh ﷻ senantiasa memberi hidayah-Nya kepada kita sekalian.
Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,
Demikian diskusi kita kali ini, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan, karena sejatinya kebenaran hanya milik Allāh ﷻ.
Terima kasih banyak atas perhatiannya.
Mohon maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan.
Benar karena Allāh, salah karena penulis sendiri.
Semoga bermanfaat, terima kasih, 🙏
وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Komentar