Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

KALAU BISA PULANG TEPAT WAKTU KENAPA HARUS BERLAMA-LAMA DI KANTOR?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

 

Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan ini. Kali ini penulis ingin membahas diskusi hidup tentang kalau bisa pulang tepat waktu kenapa harus berlama-lama di kantor. Hal ini juga sangat penting dalam keseimbangan hidup kita sehari-hari sehingga berikut ini penjelasannya.

 

Semua di dalam kehidupan ini sudah berada dalam posisi keseimbangan, baik dari sisi jenis maupun dari sisi yang lain yang Allāh SWT Maha Mengetahui tentang hal itu. Di dalam menjalani kehidupan itu sendiri juga terbagi menjadi dua yaitu menjalani dan menyiapkan kehidupan dunia yang lebih baik serta menyiapkan untuk bekal kehidupan akhirat. Sementara dalam menjalani dan menyiapkan bekal kehidupan dunia yang lebih baik terbagi lagi menjadi dua momen yaitu momen ketika di kantor atau tempat bekerja dan momen ketika berkumpul bersama keluarga (istri dan anak).

 

    Yang disebutkan pada bagian yang terakhir tadi itulah yang akan penulis bahas kepada Sahabat Diskusi Hidup, yang terkadang kita lengah atau lupa bahwa tentang hal itu sangat perlu ada keseimbangan. Sementara itu waktu tetap berlalu sebagaimana kodratnya, tidak bisa mundur atau kembali pada masa dan keadaan yang lalu, sehingga mulai dari sekarang diharapkan kita dapat mempertimbangkannya dan memperbaikinya. Semoga hal ini bermanfaat bagi kita semua, āmīn Yā Rabbal’ālamīn.

 

      Jika kita berbicara tentang seseorang yang memiliki mata pencaharian wiraswasta, mungkin akan lebih mudah dikarenakan inisiatif dan kontrol waktu cenderung berada di tangan sendiri. Namun jika seseorang bekerja sebagai pegawai atau karyawan, hal ini mungkin akan lebih sulit diterapkan namun sebetulnya masih bisa dikerjakan. Untuk bagian yang terakhir disebutkan inilah yang akan kita diskusikan lebih lanjut pada kesempatan ini.

 

    Waktu kerja standar bagi pegawai dan karyawan adalah 8 jam sehari. Terkadang ada yang menambah waktunya dengan alasan lembur dan sebagainya. Namun apapun itu alasannya, ada beberapa hal dan pertimbangan yang perlu Sahabat perhitungkan yang mungkin bisa bermanfaat. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

 

      Ketika kita berada pada usia-usia produktif, dalam arti berada pada usia yang bisa melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien, biasanya berada pada usia sekira 20 hingga 50an tahun. Berada pada usia di antara 20-30an tahun (usia sangat produktif) bagi orang-orang yang sudah menikah tentu sudah memiliki anak kecil (jika diizinkan oleh Allāh SWT), dan pada usia antara 30-50an tahun (usia standar produktif) biasanya sudah memiliki anak yang sudah remaja. Hingga akhirnya pada rentang usia 50-60an tahun (usia kurang produktif) merupakan usia pensiun pada umumnya dan anak-anak biasanya sudah menikah dan memiliki tempat kehidupan sendiri. Dari beberapa keadaan ini kita dapat menentukan bagaimana seharusnya kita dapat mengatur cara kita melakukan pekerjaan dengan cukup bijaksana agar tetap seimbang antara kewajiban terhadap pekerjaan dan perhatian terhadap pembinaan keluarga.

 

      Ketika berada pada usia sangat produktif, anak-anak masih kecil, mungkin sekira 0-5an tahun. Jika kita pergi untuk mencari nafkah dilakukan sejak pagi sekali, mungkin anak-anak belum bangun kita sudah berangkat bekerja atau mencari mata pencaharian, sehingga kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-anak pada pagi hari menjadi tidak optimal. Demikian juga halnya bila kita pulang atau kembali dari bekerja atau mencari mata pencaharian sudah malam, tentunya anak-anak yang masih kecil itu pada umumnya sudah tidur dan kemungkinan besar tidak melihat kita datang di rumah. Padahal seyogyanya pada usia-usia anak seperti ini tentunya merupakan masa emas dalam hal saling mengenal baik dari orang tua kepada anak maupun dari anak kepada orang tua.

 

    Ketika berada pada usia standar produktif, anak-anak sudah mulai remaja, mungkin sekira 6-17an tahun. Jika kita pergi untuk mencari nafkah dilakukan sejak pagi sekali, mungkin anak-anak sebagian besar sudah bangun pada saat kita akan berangkat bekerja atau mencari mata pencaharian. Namun jika kita tinggal di kota-kota besar yang mengharuskan berangkat lebih awal agar tidak terjebak macet, apalagi yang tempat kerjanya di luar kota atau harus ikut jemputan kolektif (AJP/antar jemput penumpang) yang tentunya harus siap lebih pagi sehingga kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-anak pada pagi hari pun menjadi tidak optimal. Demikian juga halnya bila kita pulang atau kembali dari bekerja atau mencari mata pencaharian sudah malam, tentunya pada saat kita datang di rumah sudah dalam kondisi capek, lelah/letih/lesu, bahkan mungkin dalam perasaan pusing dan kesal karena membawa permasalahan ke rumah, sehingga terdorong untuk segera beristirahat untuk mempersiapkan kegiatan esok harinya, akhirnya perhatian terhadap anak-anak bisa terabaikan.

 

     Ketika berada pada usia kurang produktif, anak-anak sudah mulai dewasa, mungkin sekira 18an hingga di atas 25 tahun. Pada masa ini sebagian dari kita sudah mulai banyak yang pensiun (bagi pegawai/karyawan) dan kemungkinan sebagian sudah tidak efektif lagi mencari mata pencaharian (bagi wiraswasta). Khusus pembahasan tentang hal ini terdapat 3 (tiga) fase, yaitu fase anak-anak kuliah, fase anak-anak mulai bekerja, dan fase anak-anak mulai menikah. Dalam keadaan seperti ini kesempatan untuk bersosialisasi secara optimal dengan anak-anak menjadi sangat kecil kembali. Anak-anak mungkin sudah mulai disibukkan dengan tugas-tugas kuliah, belum lagi mungkin ada yang sudah berpacaran, atau mempunyai jadwal bermain dengan rekan-rekannya, mereka sudah mulai memiliki dunianya sendiri-sendiri. Apalagi anak-anak yang juga sudah mulai sibuk dengan pekerjaan barunya, tentu akan sangat berkonsentrasi dengan pekerjaannya itu. Bahkan untuk anak-anak yang sudah menikah, tentunya mereka juga bertambah sibuk dengan istri/suami baru. Yang mana kita sama-sama ketahui dan alami bahwa ketika kita memiliki hal-hal yang baru kemungkinan besar kita akan lebih berkonsentrasi pada hal tersebut. Dengan demikian, pada keadaan yang seperti ini kita tidak bisa mengharapkan pembinaan terhadap keluarga dapat terwujud dengan optimal.

 

  Apabila sebuah keluarga terjebak dengan ketiga kondisi di atas, lalu kapan mereka dapat membina keluarganya dengan baik? Hanya sebagian kecil yang dapat bertahan dengan ketiga kondisi di atas dan dapat berhasil membina keluarga dengan baik. Sangatlah beruntung orang-orang yang dapat menyeimbangkan waktunya antara kepentingan untuk bekerja dengan kepentingan membina keluarga. Yang mana ketika seseorang menikah dan memiliki anak itulah awal kegiatan membina keluarga. Jika waktu kita terlalu banyak untuk pekerjaan maka waktu untuk keluarga akan sangat sedikit. Waktu dalam 1 (satu) hari adalah 24 (dua puluh empat) jam, seyogyanya dapat terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian besar, yaitu 8 (delapan) jam waktu untuk bekerja, 8 (delapan) jam waktu untuk berinteraksi dengan sesama manusia terutama keluarga (termasuk kegiatan di perjalanan, pembersihan, dll), dan 8 (delapan) jam waktu untuk beristirahat pada malam hari.

 

Jika ada waktu yang kita gunakan untuk suatu keinginan maka waktu untuk keinginan yang lain akan secara otomatis terkurangi, itulah rumus atau hukum alam tentang waktu.

 

Jika kita berpatokan waktu untuk keluarga itu nanti saja kalau sudah pensiun atau sudah tua, ini pemikiran yang sangat keliru. Jika hanya waktu itu yang kita andalkan untuk dapat membina keluarga maka sudahlah terlambat. Yang paling mungkin kita hanya bisa melakukan pembinaan terhadap diri sendiri dan istri karena anak-anak sudah memiliki tanggung jawab masing-masing dalam kehidupannya dengan keluarga barunya.

 

   Jika seseorang memiliki cukup waktu di rumah, tentunya ketika ada ide atau pengetahuan tertentu ia dapat segera membaginya dengan istri dan anak-anaknya. Jika seseorang jauh lebih banyak waktunya di tempat kerja maka pembinaan terhadap keluarganya dapat terabaikan. Oleh karena itu, perlu kita bahas juga hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi seseorang pulang tepat waktu atau tidak. Berikut ini sebab-sebab seseorang sering atau selalu pulang terlambat dari tempat kerja:

 

a.  masih ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan;

b.  takut macet di perjalanan;

c.  memiliki idaman lain selain yang di rumah;

d.  istri/suami banyak menuntut atau sering mengomel atau bersikap kasar;

e.   tinggal dengan mertua atau saudara istri/suami dan merasa tidak nyaman;

f.    merasa tanggung terhadap sesuatu hal;

g.   dst.

 

Hal-hal seperti contoh di atas perlu dicarikan jalan keluarnya sesuai keadaan atau kemungkinan keadaan baik yang sedang terjadi maupun yang diperkirakan akan terjadi. Khusus untuk pertimbangan yang pertama, kedua, dan keenam akan dibahas lebih lanjut pada tulisan ini.



 

Yth. Sahabat Diskusi Hidup,

 

    Memperhatikan dan menimbang tentang keadaan yang pertama, yaitu “masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan”, tentunya masih bisa dicarikan jalan alternatif terbaik untuk menyeimbangkan antara kepentingan dan urgensi pekerjaan dengan kepentingan dan urgensi keluarga. Agar lebih mudah menggambarkan situasi dan menganalisis permasalahan, penulis mengambil beberapa contoh mudah sebagai berikut. Ketika kita melakukan aktifitas pekerjaan pada suatu hari kerja kemudian tiba lah saatnya waktu kerja berakhir dan siap untuk pulang. Seyogyanya kita berusaha menyegerakan untuk kembali ke rumah masing-masing. Hal ini juga bermanfaat untuk memberikan waktu kepada jasmani dan rohani untuk beristirahat sejenak agar kesehatan kita senantiasa terjaga dan masa pakai jasmani dan rohani kita insyā Allāh bisa lebih panjang. Andaikan ternyata masih ada pekerjaan yang baru muncul kita perlu juga mempertimbangkan apakah pekerjaan itu sebenarnya masih bisa dikerjakan lain waktu, di tempat lain (rumah), atau masih bisa disampaikan atau dijelaskan dengan lisan sebagai pendahuluan. Jika masih bisa ditunda lain waktu atau beberapa waktu sebaiknya ditunda saja dan dikerjakan nanti, mungkin setelah sampai di rumah, membersihkan badan, berbincang sejenak dengan istri dan anak-anak, baru kemudian melanjutkan pekerjaan yang dimaksud. Terkadang hambatan untuk mempertimbangkan hal baik di atas adalah karena terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran yang sebenarnya sebagai godaan menuju kesesatan. Mungkin pemikiran “tanggung ah” terbersit di pikiran seseorang, “tanggung ah nanti saja supaya tidak terjebak macet”, dan sebagainya, yang akhirnya tidak pulang-pulang. Belum lagi karena sambil menunggu waktu yang katanya “tanggung” tadi mungkin ada juga yang menyempatkan diri buka ini dan itu dengan alasan untuk penyegaran pikiran (refreshing) yang justru malah bisa membawa pada penyimpangan, mempelajari hal yang buruk-buruk atau yang indah-indah namun bukan hak kita untuk menikmatinya. Di antara waktu-waktu yang tidak barakah/berkah itu terdapat masa bagi syaitan menggoda manusia, oleh karenanya kita harus waspada, astaghfirullāhal'azhīm. Berusahalah mengerjakan kegiatan yang barakah agar waktu memberi dukungan untuk itu.

 

     Di zaman sekarang ini, justru semua menjadi serba mudah. Jika ada penugasan dalam hal membuat produk tertulis, sebenarnya kita masih bisa mengerjakan hal itu dari rumah dengan segala keterbatasannya namun masih bisa dikerjakan dengan hasil yang baik. Hasil produk tulisan tadi juga bisa langsung dikirim melalui aplikasi pengiriman dokumen atau pesan yang kemudian bisa dicetak berdasarkan kebutuhan. Oleh karenanya jika masih bisa dikerjakan di rumah, ketika waktu kerja sudah habis, kerjakanlah produk tertulis tersebut di rumah. Di rumah seseorang masih bisa bertegur sapa dan saling memberikan nasihat atau arahan dengan istri dan anak-anak secara efektif dan efisien. Bagi pegawai yang tidak mengenal hitungan lembur, kerjakan dengan senang hati dan ikhlas karena Allāh SWT. Untuk pegawai atau karyawan yang mengenal perhitungan lembur, kerjakan itu dengan penuh rasa tanggung jawab dan mengenai jasa lembur perlu juga ditetapkan perhitungan berdasarkan kualitas pekerjaan bukan sekedar perhitungan berdasarkan waktu.

 

    Itu tadi perihal mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau karyawan. Bagaimana dengan yang mencari mata pencaharian sebagai wiraswasta? Mungkin ia sebagai pedagang, petani, perantara jual-beli, atau pelaksana jual-beli, dan sejenisnya yang cenderung tidak terikat dengan lamanya waktu bekerja dalam satu hari. Bagi orang-orang seperti ini justru sebenarnya bisa lebih fleksibel, inisiatif cenderung berada di tangan sendiri. Lebih bisa menentukan kapan tetap melaksanakan kegiatan pekerjaan dan kapan waktunya untuk beristirahat di rumah. Namun terkadang orang-orang seperti ini juga bisa tergoda dengan hal-hal yang hampir sama, di antaranya yaitu pemikiran-pemikiran “tanggung ah lagi banyak pelanggan”, “tanggung ah tinggal beberapa lagi baru habis”, “nanti ah sekalian tunggu pelanggan yang searah pulang atau dekat rumah”, dan sebagainya. Janganlah tergiur untuk berlomba-lomba menumpuk harta kekayaan, karena semakin banyak harta maka kewajiban pun semakin besar. Seyogyanya orang-orang seperti ini bisa lebih memanfaatkan waktunya untuk berkumpul dan memberikan pembinaan terhadap istri dan anak-anaknya.


Hidup itu singkat, pertemuan dengan keluarga di dunia itu tidaklah lama, manfaatkan waktu selagi bisa, karena mungkin yang akan sangat lama itu adalah perpisahannya, sambil menunggu insyā Allāh pertemuan di surga Allāh SWT kelak āmīn Yā Rabbal'ālamīn.

 

 

Yth. Sahabat Diskusi Hidup yang diberkati Allāh SWT,

 

Ingatlah bahwa istri dan anak-anak adalah ujian bagi kepala rumah tangga. Mereka juga menjadi aset di masa yang akan datang bagi kita, keluarga, serta bangsa dan negara.

Upayakan agar kenangan-kenangan indah semasa berkumpul dalam keluarga yang seyogyanya ada jadi terlewatkan karena Sahabat tidak mampu mengatur waktu dengan baik.

"Hasil yang baik terlahir dari keseimbangan".

Jika Anda yang bertugas sebagai petugas negara/pemerintah (misalnya militer dan polisi) tentunya waktu bakti sebenarnya kepada bangsa dan negara (dalam hal ini diwakili oleh kepentingan organisasi) adalah 1 X 24 jam. Sehingga dimanapun Anda berada tetap saja harus selalu peduli dan siap bilamana sewaktu-waktu dihubungi atau diperintahkan untuk melaksanan suatu penugasan oleh komandan atau pimpinannya dalam hal pekerjaan kantor ataupun hal lain yang tidak berkaitan secara langsung dengan kedinasan.


Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga dengan senantiasa memperhatikan waktu beristirahat, āmīn Yā Rabbal’ālamīn.

Mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan.

Benar karena Allāh, salah karena penulis sendiri.

Semoga bermanfaat, terima kasih, 🙏


وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me