بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali pada kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hak asasi manusia yang tertinggi adalah mengenal Allāh Subhānahu Wata’ālā. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.
Berbicara tentang kemuliaan selama bulan Ramadhan, rasanya ingin hati kita menjadi suci laksana malaikat. Kita tidak mau mengabaikan waktunya hilang begitu saja tanpa amalan ibadah setiap saat. Jika bisa, tidak ada rasa ngantuk bahkan tidur, karena kita ingin mengisi bulan Ramadhan ini dengan amalan-amalan sepanjang waktu. Tapi takdir Allāh mengharuskan kita sebagai manusia memiliki kodrat mengantuk, seperti sebagian makhluk lainnya. Meskipun demikian, pada bulan Ramadhan seolah-olah kita diperintahkan untuk menjadi manusia yang jauh lebih baik, mencapai kemuliaan. Hal ini berarti bahwa prioritas waktu untuk beribadah, amalan saleh dilaksanakan lebih sering, lebih diutamakan daripada bulan-bulan sebelumnya. Meskipun terkadang kita lelah sehabis kerja, inilah perjuangan kita, melawan rasa letih, lelah, ngantuk tetapi tetap untuk ibadah kepada Allāh SWT menjadi lebih intensif.
Bila dikaitkan dengan suasana kehidupan di sekita kita, yang mana kebanyakan di antara kita saat ini, orang lebih banyak menuntut haknya dibandingkan dengan kewajiban mereka. Maka terjadilah di sana-sini berebut kepentingan, baik kepentingan ekonomi, politik, sosial, budaya, kekuasaan, dan sebagainya. Tidak sedikit di antara mereka kemudian mengorbankan kepentingan umum atau masyarakat, melupakan kemaslahatan umat bahkan mengorbankan nyawanya sendiri. Beberapa pengetahuan psikologi modern mencoba mengatasi problematika psikologis manusia modern ini, dengan berbagai macam pendekatan.
Islam sebagai agama yang benar, sejak 14 abad yang lalu telah memberikan formulasi lain. Jiwa manusia dengan segala problematikanya adalah milik Allāh SWT. Pengetahuan manusia tentang roh dengan segenap ilmu dan keterampilannya hanyalah sedikit. Sesuai dengan Firman Allāh SWT dalam Al-Qurān, QS. Al-Isrā’: 85, yang artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.”
Allāh Sang Pencipta itu lah yang Maha Mengetahui dari yang lainnya. Oleh karena itu, agar tidak tersesat Allāh SWT memberikan petunjuk kepada manusia, mengantarkan manusia untuk mengarahkan dan menyalurkan kepentingan asasi jiwa manusia yaitu untuk mengenal Sang Pemilik Jiwa. Sebagaimana Firman Allāh SWT dalam Al-Qurān, QS. Al-Baqarah: 185, yang diterjemahkan sebagai berikut:
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qurān sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allāh menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allāh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Kebutuhan asasi pada diri manusia untuk “pengenalan” terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu adalah ajaran yang mutlak. Kebutuhan tersebut dinamakan sebagai kebutuhan religius, karena agama adalah kepatuhan dan kepasrahan terhadap hukum, menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar hukum.
Al-Qurān sebagai sumber ajaran pokok Islam mengatur bagaimana adab, cara persembahan kepada Allāh SWT, dan mengatur harmonisasi jiwa manusia dalam membangun hubungannya dengan Yang Maha Kuasa. Aturan peribadatan yang demikian biasa disebut syariat, yang mana terangkum dalam rukun Islam. Rukun Islam tersebut berisi konten tentang cara yang tepat menyalurkan hak asasi manusia sesuai aturan yang sebenarnya dan yang paling hakiki, yaitu segala yang berkaitan dengan pemberian Allāh SWT dan implementasi bersyukur sebagai hak dan kewajiban yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Contohnya, dari tidak ada menjadi ada, berasal dari yang mati menjadi hidup adalah pemberian Allāh SWT. Sedangkan tetap bertahan untuk tetap hidup adalah suatu hak asasi, diperoleh sejak dilahirkan bahkan sejak masih dalam kandungan ibu. Namun hak untuk tetap hidup harus diiringi dengan kewajiban untuk mensyukuri apa yang sudah diberikan Allāh SWT atau yang telah diterima oleh manusia.
“Maka hak mengenal Allāh SWT sebagai pemberi kehidupan adalah hak asasi yang paling tinggi dan sekaligus sebagai sumber dari segala hak asasi manusia.”
Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,
Demikian diskusi hidup kita kali ini, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan.
Benar karena Allāh, salah karena penulis sendiri.
Semoga bermanfaat.
Terima kasih, 🙏
Komentar