بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali pada kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hadirnya sang bidadari di hadapan seseorang yang mulia. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.
Pada zaman dahulu kala pada masa Rasūlullāh ﷺ, hiduplah seorang pemuda yang bernama Zahid, telah berumur 35 tahun, namun belum juga menikah. Dia tinggal di Suffah (teras) masjid Madinah. Ketika sedang mengasah pedangnya tiba-tiba Rasūlullāh ﷺ, datang dan mengucapkan salam. Zahid terkejut dan membalas ucapan salam dengan agak gugup. “Wahai Saudaraku Zahid, selama ini Engkau sendiri saja”, sapa Rasūlullāh ﷺ. “Allāh bersamaku ya Rasūlullāh”, kata Zahid, sambil tertunduk tak kuasa melihat kharismatik wajau beliau. “Maksudku kenapa Engkau selama ini membujang saja, apakah Engkau tidak ingin menikah?”, tanya Rasūlullāh ﷺ. Zain menjawab, “Ya Rasūlullāh, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku tak tampan, siapa yang mau dengan diriku ya Rasūlullāh?”. Kemudian Rasūlullāh ﷺ memerintahkan sahabatnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita, untuk Zahid.
Setelah surat tersebut selesai ditulis, Zahid segera mendatangi rumah Said dan menyerahkan surat lamaran tersebut kepadanya. “Wahai Saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasūlullāh yang mulia diberikan untukmu Saudaraku”. Said menjawab, “Wah, ini adalah suatu kehormatan buatku”. Lalu surat itu dibuka dan dibacanya, ia agak terperanjat karena berisi surat lamaran. Tradisi Arab biasanya perkawinan seorang bangsawan adalah dengan sesama bangsawan, yang kaya kawin dengan orang kaya. Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasūlullāh?” Zahid menjawab, “Apakah Engkau pernah melihat aku berbohong?” Dalam suasana seperti itu Zulfah datang dan bertanya, “Wahai Ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini, bukankah lebih baik dipersilakan masuk?” Wahai Anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar Engkau supaya Engkau menjadi istrinya”, kata ayahnya. Di saat Zulfah melihat Zahid, “Wahai Ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau dengan dia, Ayah.” Maka Said berbicara kepada Zahid, “Wahai Zahid, Engkau tahu sendiri anakku tidak mau, bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasūlullāh bahwa lamaranmu ditolak.” Mendengar nama Rasūlullāh disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai Ayah, mengapa membawa-bawa nama Rasūlullāh?” Said berkata, “Lamaran kepada dirimu ini adalah perintah Rasūlullāh.” Zulfah kaget kemudian beristighfar.
Seketika itu juga Zulfah berkata kepada ayahnya, “Wahai Ayah, mengapa tidak sejak tadi Ayah katakan bahwa lamaran itu adalah dari Rasūlullāh? Kalau begitu segera aku dinikahkan dengan pemuda ini. Karena aku ingat Firman Allāh dalam Al-Qurān, (QS. An-Nūr: 51, yang artinya):
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allāh dan Rasul-Nya agar Rasul yang menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar, dan Kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang-layang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada taranya, ia bersujud syukur. Rasūlullāh yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya. “Bagaimana Zahid?” “Alhamdulillāh lamarannya diterima ya Rasūlullāh”, jawab Zahid. Akhirnya Rasūlullāh menyuruhnya pergi ke beberapa sahabat untuk membantunya mendapatkan uang untuk menikah dan pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan perkawinan.
Setibanya di pasar, ada pengumuman jihad untuk berperang melawan orang kafir yang hendak menyerang masyarakat muslim Madinah. Zahid bertanya, “Ada apa ini?” Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, apakah Engkau tidak mengetahui?” Zahid beristighfar beberapa kali lalu berkata, “Wah jika begitu uang untuk menikah ini akan aku belikan baju besi dan kuda yang terbaik, aku lebih memilih jihad bersama Rasūlullāh dan menunda pernikahan ini.” Para sahabat menasihatinya, “Wahai Zahid, nanti malam Engkau berbulan madu, tetapi Engkau malah hendak berperang?” Zahid menjawab dengan tegas, “Hatiku sudah mantap untuk bersama Al-Musthafa Rasūlullāh pergi berjihad.”
Kemudian Zahid mengucapkan ayat Al-Qurān di hadapan para sahabat (QS. At-Taubah: 24, yang artinya):
“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allāh dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allāh mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allāh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
Akhirnya Zahid maju ke medan pertempuran. Dengan hebatnya ia bertempur, dan banyak dari kaum kafirin tewas meskipun kemudian ia sendiri syahid, gugur demi membela agama Allāh dan Rasūlullāh. Peperangan telah usai, kemenangan direbut oleh Rasūlullāh dan pasukannya. Senja yang penuh dengan keberkahan ketika Rasūlullāh memeriksa satu persatu yang telah gugur di jalan Allāh, sebagai syuhada Allāhu azza wajalla. Rasūlullāh menghampiri jasad pemuda Zahid sambil meletakkan kepalanya di pangkuan. Habibillah memeluknya sambil menangis tersedu-sedu, “Bukankah Engkau ya Zahid yang hendak menikah malam ini? Namun Engkau memilih keridhaan Allāh, berjihad bersamaku”. Tak lama kemudian Rasūlullāh memalingkan muka ke sebelah kiri sambil tersenyum malu karena alasan tertentu, ada sosok bidadari cantik dari syurga menjemput ruh mulia pemuda Zahid. Rasūlullāh berkata, “Hari ini Zahid berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.” Lalu Rasūlullāh mengucapkan Al-Qurān (QS. Ali ‘Imran: 169-170), yang diterjemahkan sebagai berikut:
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allāh itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allāh yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata, dan Zulfah pun berkata, “Ya Allāh, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak dapat mendampinginya di dunia, maka izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”
Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,
Demikian diskusi hidup kita kali ini, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan.
Benar karena Allāh, salah karena penulis sendiri.
Semoga bermanfaat.
Terima kasih, 🙏
Komentar