بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali pada kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang bagaimana makna kemabruran pelaksanaan ibadah haji bagi setiap muslim. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.
Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban bagi seorang muslim yaitu rukun Islam yang ke lima dan menjadi ibadah yang diidamidamkan bagi setiap muslim, namun tidak setiap muslim dapat melaksanakannya. Ibadah haji hanya diwajibkan hanya bagi orang-orang yang mampu, baik lahir maupun bathin, dari segi pembiayaan dan mampu juga dari segi kesehatan. Sesuai Firman Allāh SWT dalam Al-Qurān, QS. Ali ‘Imran: 97, yang artinya:
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allāh; yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka bahwasanya Allāh Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Ibadah haji mengandung hikmah dan faedah yang perlu dipelajari untuk mendorong dan menguatkan keyakinan seseorang yang akan melaksanakannya. Karena dalam pelaksanaan ibadah haji terdapat pelajaran dan pendidikan yang sangat mendasar bagi perjalanan hidup manusia, baik berkaitan dengan akidah, ibadah maupun muamalah.
Orang yang menunaikan ibadah haji merasa sedang menghadap Tuhannya. Seluruh kegiatannya manasik tertuju kepada-Nya dan dilaksanakan dengan senang hati yang ikhlas semata-mata karena Allāh SWT.
Akidah yang benar menjadi pondasi dan membentengi semua amal ibadah seorang muslim, baik ibadah haji maupun ibadah yang lainnya. Oleh karena itu akidah adalah misi pertama yang diemban para Rasūlullāh yang menyampaikan dakwah kepada umatnya, sehingga dalam melaksanakan amaliyah dan ibadah umat manusia akan tertuju pada Allāh SWT. Dalam Al-Qurān perintah “atimmul hajja wal’umrata lillah” mengandung makna bahwa melaksanakan ibadah haji atas dasar akidah yang benar bersih dari perbuatan bid’ah dan kurafat, dan mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasūlullāh ﷺ serta para sahabatnya.
Menunaikan ibadah haji tentunya mengharapkan predikat “haji mabrur” (namun bukan untuk disebut “pak haji” atau “bu haji”) karena keutamaan dan hikmah yang terkadung di dalamnya, dan predikat tersebut hanyalah penilaian di sisi Allāh SWT, bukan untuk dijadikan sanjungan oleh manusia lainnya. Haji mabrur sangat terkait dengan niat awal atau maksud sesungguhnya menunaikan ibadah haji. Apabila niatnya karena ingin disanjung atau dipuji serta supaya dipanggil pak/bu haji, maka yang diperolehnya hanya itu. Niat yang tulus hanya mencari ridha Allāh SWT, niscaya balasannya adalah syurga, āmīn Yā Rabbal’ālamīn.
Ada pertanyaan, apa sih haji mabrur itu? Haji mambrur di dalam kitab Irsyadussari Ilaa Manasik Al-Mulla ‘Alal Qori dikemukakan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak dicampuri dengan perbuatan dosa, atau haji yang diterima atau yang dilaksanakan tanpa ada perasaan riya (ingin pujian) dari orang atau tidak ingin agar orang lain mendengar, tidak melakukan rafat (perbuatan atau perkataan kotor) dan fasik (maksiat). Dengan kata lain adalah mampu mengantarkan pelakunya kelak dapat menjadi manusia yang lebih baik daripada hari-hari sebelum ia menunaikan ibadah haji. Dengan demikian ia akan mengalami perubahan sikap dalam dirinya dalam melakukan perbuatan sehari-hari.
Seseorang yang telah kembali dari berhaji diharapkan membuka dan mengukir lembaran baru untuk menapak jalan yang kuat dalam beribadah dan bermuamalah serta menjadi manusia yang tampil beda dari sebelumnya, dapat menjadi teladan bagi keluarga dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini menunjukkan kualitas keimanannya semakin kuat yang tercermin dalam sikap dan perilakunya, tawadhu dan istiqomah.
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu menjaga atau memelihara kemabruran ibadah haji, antara lain:
1. Memelihara dan menjaga predikat haji mabrur dengan melaksanakan shalat lima waktu pada awal waktu, tidak menunda-nunda mengakhirkan waktu shalat, membersihkan hartanya dengan mengeluarkan zakat, dan melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan;
2. Menjauhkan rafat (perbuatan atau perkataan kotor);
3. Memiliki kepedulian untuk membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan, yatim piatu, fakir miskin, terutama tetangga terdekat, dan sebagainya;
4. Berusaha senantiasa dalam keadaan berwudhu, bersih diri dan bersih jiwanya, menjauhkan diri dari sifat benci, iri dengki, ataupun dendam dengan mengawali membudayakan rasa sabar;
5. Membiasakan membasahi lidahnya dengan dzikir, tahmid, dan tahlil;
6. Senantiasa menjaga silaturahmi tanpa harus menunggu didahului oleh orang lain, membudayakan tegur, sapa, dan salam;
7. Pandai bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allāh SWT melalui berbagai bentuk implementasinya.
Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,
Demikian diskusi hidup kita kali ini. Semoga bagi yang sudah menunaikan ibadah haji senantiasa dapat menjaga kemabruran hajinya semenjak kembali dari Mekah hingga akhir hayatnya.
Bagi yang belum menunaikan ibadah haji semoga Allāh SWT memanggilnya untuk menunaikan ibadah haji, āmīn Yā Rabbal’ālamīn.
Mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan.
Benar karena Allāh, salah karena penulis sendiri.
Semoga bermanfaat.
Terima kasih, 🙏
Komentar