Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

BAGAIMANA IMPLEMENTASI NILAI KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ 


Yth. Sahabat Diskusi Hidup, sebagai umat beragama sudah seyogyanya dalam hidup ini kita semua mencari ridha Allāh SWT dan mengharapkan kelak berada di dekat-Nya, yaitu Syurga. Hal yang harus kita yakini pertama kali adalah tentang keyakinan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka dalam diskusi hidup kita kali ini akan kita bahas diskusi hidup tentang bagaimana implementasi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Penulis mohon maaf sebelumnya tulisan ini dilatarbelakangi oleh situasi musim kampanye dan pilkada 2020. Iklim politik yang lima tahunan sekali itu kerap kali membuat situasi politik menjadi gerah atau bahkan bisa memanas. Hal ini juga disebabkan oleh adanya pandemi Covid 19. Penulis mencuplik keadaan ini hanya sebagai refleksi berpikir karena penulis melihat tema-tema lama yang sensitive dalam kehidupan berbangsa seperti isu nasionalis dan keagamaan demi “kepentingan aktor laga” pemilu tertentu ditafsirkan secara unkontekstual bahkan ahistoris (tanpa melihat referensi moral dalam sejarah lahirnya Pancasila di Negara Kesatuan Republik Indonesia).

 

            Pada momen-momen yang lain juga terkadang nasionalis dan agama seakan dibuat selalu gamang. Antara mereka yang mengklaim “kebenaran” itu saling menjatuhkan satu sama lain hanya karena berebut pendukung dan pengaruh. Jika rasa gamang ini dibiarkan, ini berpotensi kepada disharmonisasi hubungan antara sesama anak bangsa tentunya, bahkan kita jadi berfikir stag dan berakibat lupa jati diri bangsa sesungguhnya. Oleh karena itu demi terselenggaranya kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai.

 

            Penulis mengajak, mari kita renungkan kembali nilai-nilai falsafah bangsa kita khususnya sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Seorang muslim Indonesia akan menemukan suatu hal yang disebut pengamalan keberagaman secara wasathiyah (moderasi/moderat) dalam kemajemukan kehidupan di Indonesia. Meskipun umat muslim mengartikan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai Zat yang tidak tertandingi, tidak ada bandingannya, bersifat mutlak, bahwa Dia lah sumber otoritas yang serba mutlak, namun umat muslim menghargai perbedaan umat lainnya. Sesuai Firman Allāh SWT dalam Al-Qurān, QS. Al-Kāfirūn: 1-6, yang artinya:

 

Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir; aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah; dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah; dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah; untukmu agamamu dan untukku lah agamaku’.”

 

Inilah yang dinamakan moderasi keagamaan atau kehidupan beragama. Moderasi bukan agama Islamnya melainkan cara mempraktekkan ajaran Islam dalam kehidupan di  masyarakat dengan jalan saling menghargai.

 

            Dalam pandangan Islam makna “Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki beberapa konsekuensi etis bagi manusia Indonesia:

 

1.            Ketuhanan Yang Maha Esa, yang oleh para “the founding fathers”, rakyat Indonesia (khusus muslim) diharapkan memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allāh SWT. Dari keimanan tersebut akan melahirkan kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Allāh SWT dan menuju Allāh SWT. Sehingga dalam perkara ibadah, beribadah dengan tulus kepada Allāh SWT semata dan tidak boleh memutlakkan makhluk (syirik/musyrik).

 

2.            Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kondisi kesadaran rabbaniyah (semangat ketuhanan) yaitu inti dari semua ajaran para Nabi dan Rasūlullāh yang pernah diturunkan di bumi, sehingga sempurna ilmu dan ketakwaannya kepada Allāh SWT. Sesuai Firman Allāh dalam Al-Qurān, QS. Ali ‘Imran: 79, yang artinya:

 

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allāh berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: ‘Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allāh’. Akan tetapi (dia berkata): ‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”

 

3.            Kemahaesaan Allāh dan kemutlakan-Nya mengandung makna bahwa wujud yang pasti itu hanya Allāh SWT. Sementara manusia dan seluruh makhluk berada dalam keadaan yang relatif. Sesuai Firman Allāh SWT dalam Al-Qurān, QS. At-Tīn: 4-6, yang artinya:

 

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beramal saleh; maka bagi mereka pahala yang tidak ada putus-putusnya.”

 

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Firman Allāh QS. 95:5 mengandung arti ke tingkat pikun (seperti bayi lagi). Oleh karena itu Rasūlullāh  ditanya tentang (kedudukan) orang yang telah pikun itu. Maka Allāh menurunkan ayat selanjutnya (QS. 95:6) bahwa mereka yang beriman dan beramal saleh sebelum pikun akan mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Al-‘Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas).

 

Maka sikap memutlakkan nilai manusia, baik yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain, adalah bertentangan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

4.            Sikap kepasrahan dalam Ketuhanan Yang Maha Esa adalah pemahaman kesamaan manusia. Bahwa seluruh umat manusia dari segi harkat dan martabatnya adalah sama, sehingga kita tidak boleh merendahkan bahkan menguasai harkat dan martabat orang lain. Rasūlullāh  dan utusan Allāh yang lainnya tidak pernah melakukan pemaksaan, mereka hanya menyampaikan kebenaran dan menyampaikan peringatan kepada seluruh umat manusia.

 

 

Sahabat Diskusi Hidup rahimakumullah,

 

            Manusia memiliki kebebasan yang bermoral, berhak atas segala perbuatan yang dipilihnya dengan sadar, baik yang saleh ataupun yang jahat. Allāh tetap memberi kebebasan kepada umat manusia untuk menerima atau menolak petunjuk-Nya dengan resiko masing-masing. Dan Allāh SWT juga berhak untuk menentukan siapa-siapa yang mendapatkan balasan di Sisi-Nya.

 

Demikian diskusi hidup kita kali ini, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan.

Benar karena Allāh, salah karena penulis sendiri.

Semoga bermanfaat.

Terima kasih, 🙏


وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me