Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

KAWANKU, SAUDARAKU YANG LEBIH TUA, TOLONG JANGAN PANGGIL AKU “PAK”/"BU" ATAU ”MAS”/"MBAK"

Seorang manusia tidak hanya bergaul dengan sesama manusia, mungkin sesekali bergaul dengan hewan bahkan tumbuhan sebagai bentuk hobi. Bergaul ataupun sekedar mengenal sesama manusia merupakan bagian dari kehidupan yang sering menjadi pembahasan. Di dalam pergaulan, terdapat satu hal yang sangat dominan namun sering diabaikan oleh pelakunya. Perihal yang satu ini bisa menimbulkan keresahan jika salah menggunakannya, tidak jarang juga terjadi pertengkaran. Kita ini hidup di Negara Indonesia yang memiliki adat istiadat dan etika yang khas, yang cukup berbeda dengan sebagian besar negara lainnya. Kawanku, saudaraku yang lebih tua, tolong jangan panggil aku ”Pak” atau ”Mas”.

 


Suatu panggilan kerap kali menjadi masalah. Baik di kalangan anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Panggilan bertujuan untuk mendukung komunikasi atarsesama manusia. Suatu panggilan mencakup juga nama namun nama belum tentu menjadi panggilannya. Suatu nama itu diharapkan menjadi panggilan dari seseorang terhadap orang lain, namun panggilan merupakan hasil penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang saat itu sedang berlaku. Oleh karenanya kerap kali jika salah panggil akan menimbulkan ketersinggungan dari orang yang dipanggil bahkan orang lain yang mendengar panggilan tersebut yang mungkin juga tidak ada kaitan sama sekali dengan orang yang dipanggil tadi.

 

Berikut ini contoh-contoh dan situasi perkataan ataupun panggilan yang dapat menimbulkan ketersinggungan:

 

1.            Teman sekolah satu angkatan dipanggil ”Mas”/"Mbak" atau ”Pak”/"Bu";

2.            Keponakan yang sudah sukses atau kaya raya dipanggil ”Pak”/"Bu";

3.            Paman atau bibinya yang lebih muda dipanggil dengan namanya saja;

4.            Pamannya hanya dipanggil ”Pak” saat menegur;

5.            Bibinya hanya dipanggil ”Bu” saat menegur;

6.            Menggunakan panggilan yang dapat dianggap buruk, seperti ”Gendut/gembrot”, ”Krempeng”, ”Pesek”, ”Pinokio”, ”Pedog”, ”Kurcaci”, ”Kakek (ketika masih muda tetapi sudah beruban)”;

7.            dan lain-lain.

 

 

Sahabat Diskusihidup yang penulis banggakan,

 

Dari contoh-contoh di atas mari kita diskusikan satu persatu sebagai berikut:

 

1.            Teman sekolah satu angkatan itu ada yang dekat dan ada yang tidak dekat, atau bahkan hanya sekedar tahu nama tetapi tidak mengenal kepribadiannya. Bagi sebagian orang, memanggil orang lain yang pernah atau satu angkatan sekolah dengan kata ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu” mungkin terasa nyaman, namun belum tentu nyaman orang yang dipanggil demikian.

 

Kenapa demikian?

 

Bagi orang (yang dipanggil) yang merasa pernah dekat dengan orang yang memanggil ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu” itu tentu bisa merasa tersinggung jika ekpektasi/harapannya lain dari yang diduga oleh si pemanggil. Bisa saja orang yang dipanggil mengharapkan temannya memanggilnya dengan langsung nama tanpa embel-embel ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu”, karena ia merasa pernah dekat atau agak dekat atau merasa teman sekolah bahkan pernah satu kelas. Sehingga jika orang lain memanggilnya dengan kata demikian, baik dengan ataupun tanpa disertai nama, maka orang yang dipanggil bisa saja merasa bahwa orang yang memanggilnya sedang menjaga jarak atau karena tidak mau dipanggil namanya saja sehingga membentengi terlebih dahulu dengan cara memanggil ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu” kepada orang yang dipanggil atau disapa terlebih dahulu.

 

Bagi orang yang merasa dekat atau cukup dekat dengan orang lain, atau merasa ada ikatan alumni sekolah, pada umumnya akan cenderung lebih suka jika dipanggil namanya saja terutama jika sedang tidak di depan orang lain atau orang banyak. Hal ini dicerminkan kepada diri penulis. Mungkin saja Sahabat Diskusihidup yang lain tidak berpendapat demikian.

 

2.            Adakalanya seorang paman atau bibi merasa sungkan dalam menentukan panggilan terhadap keponakannya yang sudah sukses atau kaya raya, terlebih lagi jika usianya tidak terpaut jauh. Kesungkanan seperti ini tidaklah mendidik bagi pihak keponakan.

 

Kenapa begitu?

 

            Jika seorang paman/tante yang merupakan adik dari bapak/ibu memanggil keponakannya sendiri dengan sebutan ”Pak” atau ”Bu”, tentunya akan sangat janggal didengarkan oleh orang lain yang mengetahui status kekeluargaan mereka. Lagipula akan terkesan ada jarak di antara keduanya. Bahkan bisa terkesan bahwa sudah terlebih dahulu ada penyampaian agar keponakannya tidak dipanggil langsung nama oleh paman/bibinya.

           

3.            Tidak sedikit suatu keluarga memiliki anak-anak yang berbeda jauh usianya antara yang pertama dengan yang kedua atau dengan anak yang lahir setelahnya, sehingga apabila anak yang pertama (misalnya) kemudian memiliki anak sementara orang tuanya baru memiliki anak lagi yang kesekian kalinya sedemikian rupa sehingga usia seorang adik bisa lebih muda daripada anaknya. Yang lebih muda tersebut tetap saja sebagai Paman atau Bibi dari keponakannya itu. keadaan yang demikian memerlukan kepedulian dan ketegasan dari orang tua yang memiliki adik yang berusia lebih muda daripada anaknya. Jika dibiarkan saja, tidak jarang kemudian seorang keponakan memanggil Paman atau Bibi dengan namanya saja. Bahkan lebih parah lagi, Paman atau Bibinya masih lebih tua (meskipun terpaut tidak lebih dari lima tahun) namun tetap saja sang keponakan memanggil hanya namanya.

 

Seorang keponakan tetaplah keponakan, memiliki hubungan kekeluargaan yang juga sangat erat. Seorang keponakan adalah anak dari kakak atau adik kita. Binalah mereka dengan panggilan yang baik. Jika mereka memanggilmu dengan langsung nama tanpa embel-embel ”Om/Paman”, ”Tante/Bibi”, maka tegurlah mereka dengan baik. Mereka juga perlu diingatkan. Pangkat/jabatan dan harta tidak bisa mengubah status hukum sebagai keponakan menjadi majikan, dan di dalam hubungan keluarga tetaplah menjadi orang yang harus menghargai orang tua. Pangkat/jabatan dan harta (baik atas keadaan diri sendiri ataupun keadaan orang tua) TIDAK BISA dijadikan sebagai legalitas bagi seseorang untuk bersikap KURANG AJAR.

 

4.            Yang dicontohkan di atas mengenai keponakan yang berusia lebih tua daripada Paman. Ada pula Paman yang usianya lebih tua daripada keponakannya namun menggunakan panggilan ”Pak” saat menegur, misalnya Pak (nama) dengan kondisi usia yang tidak terpaut jauh (sekira kurang dari lima tahun). Perihal seperti ini juga perlu dibiasakan sejak dini dibimbing dengan panggilan yang sesuai karena jika dibiarkan berlarut-larut maka akan terbiasa dengan yang keliru dan cenderung sulit mengubahnya.

 

5.            Ada pula Bibi yang usianya lebih tua daripada keponakannya namun menggunakan panggilan ”Bu” saat menegur, misalnya Bu (nama) dengan kondisi usia yang tidak terpaut jauh (sekira kurang dari lima tahun). Bahkan bisa lebih parah, memanggil dengan panggilan ”Mbak”. Hal yang sama, yang seperti ini perlu dibiasakan sejak dini dibimbing dengan panggilan yang sesuai karena jika dibiarkan berlarut-larut maka akan terbiasa dengan yang keliru dan cenderung sulit mengubahnya.

 

6.            Pergaulan di masa kecil atau masa remaja terkadang bisa terbawa-bawa pada saat kita sudah dewasa bahkan menua. Menggunakan panggilan yang dapat dianggap buruk, seperti ”Gendut/gembrot”, ”Krempeng”, ”Pesek”, ”Pinokio”, ”Pedog”, ”Kurcaci”, ”Kakek” (ketika masih muda tetapi sudah beruban), dan lain-lain seyogyanya sudah dihilangkan karena akan dapat menyinggung perasaan orang lain, bukan hanya diri orang yang dipanggil tetapi juga mungkin suami/istri atau anak-anak dan keluarganya yang lain yang mendengarkan panggilan tersebut. Jika panggilan-panggilan seperti itu diterapkan pada saat masih kecil atau remaja mungkin masih sebagai cerminan keakraban dalam pergaulan mereka, namun ketika sudah dewasa maka sedikit banyaknya dapat menjadi masalah.

 

 

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas kita perlu senantiasa belajar untuk pandai merasakan sesuatu hal. Namun bagi yang tidak pandai merasakan tentang hal itu tentu perlu usaha perubahan secara perlahan. Perlu juga saling keterbukaan. Kalau kita tidak suka dengan cara memanggil kawan kita, sampaikan dengan cara yang baik dan unik agar hubungan tetap baik. Misalnya dengan kata-kata: ”Kawanku, jika Engkau memanggilku dengan langsung namanya, alangkah bahagia hatiku”, atau dengan kata-kata: ”Kawanku, saya sekarang sudah ganti nama menjadi …….., sudah tidak pakai lagi panggilan yang seperti itu tadi, hehehe”, dan sebagainya. Keterbukaan juga bisa menjadi sangat penting dalam suatu komunikasi, jangan memendamnya jika ternyata bisa saling menyakiti, kecuali jika kita mencoba bertahan dan mengikhlaskannya.

 

Jika kita diam saja, mungkin dapat diartikan dengan suatu kebolehan. Oleh karenanya sampaikanlah apa yang menurutmu baik bagi semua pihak, karena pada dasarnya setiap orang membutuhkan untuk saling mengingatkan dan diingatkan oleh orang lain. Mengenai hal ini sudah diingatkan oleh Allāh dalam QS. Al-'Ashr: 3. Semoga kita semua senantiasa menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me