Seorang manusia tidak hanya bergaul
dengan sesama manusia, mungkin sesekali bergaul dengan hewan bahkan tumbuhan
sebagai bentuk hobi. Bergaul ataupun sekedar mengenal sesama manusia merupakan
bagian dari kehidupan yang sering menjadi pembahasan. Di dalam pergaulan,
terdapat satu hal yang sangat dominan namun sering diabaikan oleh pelakunya. Perihal
yang satu ini bisa menimbulkan keresahan jika salah menggunakannya, tidak
jarang juga terjadi pertengkaran. Kita ini hidup di Negara Indonesia yang
memiliki adat istiadat dan etika yang khas, yang cukup berbeda dengan sebagian
besar negara lainnya. Kawanku, saudaraku yang lebih tua, tolong jangan panggil
aku ”Pak” atau ”Mas”.
Suatu panggilan kerap kali
menjadi masalah. Baik di kalangan anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Panggilan
bertujuan untuk mendukung komunikasi atarsesama manusia. Suatu panggilan
mencakup juga nama namun nama belum tentu menjadi panggilannya. Suatu nama itu
diharapkan menjadi panggilan dari seseorang terhadap orang lain, namun panggilan
merupakan hasil penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang saat itu sedang
berlaku. Oleh karenanya kerap kali jika salah panggil akan menimbulkan
ketersinggungan dari orang yang dipanggil bahkan orang lain yang mendengar
panggilan tersebut yang mungkin juga tidak ada kaitan sama sekali dengan orang
yang dipanggil tadi.
Berikut ini contoh-contoh
dan situasi perkataan ataupun panggilan yang dapat menimbulkan ketersinggungan:
1.
Teman sekolah satu angkatan dipanggil ”Mas”/"Mbak" atau
”Pak”/"Bu";
2.
Keponakan yang sudah sukses atau kaya raya
dipanggil ”Pak”/"Bu";
3.
Paman atau bibinya yang lebih muda dipanggil
dengan namanya saja;
4.
Pamannya hanya dipanggil ”Pak” saat menegur;
5.
Bibinya hanya dipanggil ”Bu” saat menegur;
6.
Menggunakan panggilan yang dapat dianggap buruk,
seperti ”Gendut/gembrot”, ”Krempeng”, ”Pesek”, ”Pinokio”, ”Pedog”, ”Kurcaci”, ”Kakek
(ketika masih muda tetapi sudah beruban)”;
7.
dan lain-lain.
Sahabat Diskusihidup yang penulis banggakan,
Dari contoh-contoh di atas mari kita diskusikan
satu persatu sebagai berikut:
1.
Teman sekolah satu angkatan itu ada yang dekat dan
ada yang tidak dekat, atau bahkan hanya sekedar tahu nama tetapi tidak mengenal
kepribadiannya. Bagi sebagian orang, memanggil orang lain yang pernah atau satu
angkatan sekolah dengan kata ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu” mungkin terasa nyaman,
namun belum tentu nyaman orang yang dipanggil demikian.
Kenapa demikian?
Bagi orang (yang dipanggil) yang
merasa pernah dekat dengan orang yang memanggil ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu” itu
tentu bisa merasa tersinggung jika ekpektasi/harapannya lain dari yang diduga
oleh si pemanggil. Bisa saja orang yang dipanggil mengharapkan temannya
memanggilnya dengan langsung nama tanpa embel-embel ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu”,
karena ia merasa pernah dekat atau agak dekat atau merasa teman sekolah bahkan
pernah satu kelas. Sehingga jika orang lain memanggilnya dengan kata demikian, baik
dengan ataupun tanpa disertai nama, maka orang yang dipanggil bisa saja merasa
bahwa orang yang memanggilnya sedang menjaga jarak atau karena tidak mau
dipanggil namanya saja sehingga membentengi terlebih dahulu dengan cara
memanggil ”Mas”/”Mbak” atau ”Pak”/”Bu” kepada orang yang dipanggil atau disapa
terlebih dahulu.
Bagi orang yang merasa dekat
atau cukup dekat dengan orang lain, atau merasa ada ikatan alumni sekolah, pada
umumnya akan cenderung lebih suka jika dipanggil namanya saja terutama jika
sedang tidak di depan orang lain atau orang banyak. Hal ini dicerminkan
kepada diri penulis. Mungkin saja Sahabat Diskusihidup yang lain tidak
berpendapat demikian.
2.
Adakalanya seorang paman atau bibi merasa sungkan
dalam menentukan panggilan terhadap keponakannya yang sudah sukses atau kaya
raya, terlebih lagi jika usianya tidak terpaut jauh. Kesungkanan seperti ini
tidaklah mendidik bagi pihak keponakan.
Kenapa begitu?
Jika
seorang paman/tante yang merupakan adik dari bapak/ibu memanggil keponakannya sendiri
dengan sebutan ”Pak” atau ”Bu”, tentunya akan sangat janggal didengarkan oleh
orang lain yang mengetahui status kekeluargaan mereka. Lagipula akan terkesan
ada jarak di antara keduanya. Bahkan bisa terkesan bahwa sudah terlebih dahulu
ada penyampaian agar keponakannya tidak dipanggil langsung nama oleh paman/bibinya.
3.
Tidak sedikit suatu keluarga memiliki anak-anak
yang berbeda jauh usianya antara yang pertama dengan yang kedua atau dengan
anak yang lahir setelahnya, sehingga apabila anak yang pertama (misalnya) kemudian
memiliki anak sementara orang tuanya baru memiliki anak lagi yang kesekian
kalinya sedemikian rupa sehingga usia seorang adik bisa lebih muda daripada
anaknya. Yang lebih muda tersebut tetap saja sebagai Paman atau Bibi dari
keponakannya itu. keadaan yang demikian memerlukan kepedulian dan ketegasan
dari orang tua yang memiliki adik yang berusia lebih muda daripada anaknya. Jika
dibiarkan saja, tidak jarang kemudian seorang keponakan memanggil Paman atau
Bibi dengan namanya saja. Bahkan lebih parah lagi, Paman atau Bibinya masih
lebih tua (meskipun terpaut tidak lebih dari lima tahun) namun tetap saja sang
keponakan memanggil hanya namanya.
Seorang keponakan tetaplah
keponakan, memiliki hubungan kekeluargaan yang juga sangat erat. Seorang keponakan
adalah anak dari kakak atau adik kita. Binalah mereka dengan panggilan yang
baik. Jika mereka memanggilmu dengan langsung nama tanpa embel-embel ”Om/Paman”,
”Tante/Bibi”, maka tegurlah mereka dengan baik. Mereka juga perlu diingatkan. Pangkat/jabatan
dan harta tidak bisa mengubah status hukum sebagai keponakan menjadi majikan,
dan di dalam hubungan keluarga tetaplah menjadi orang yang harus menghargai
orang tua. Pangkat/jabatan dan harta (baik atas keadaan diri sendiri ataupun keadaan orang tua) TIDAK BISA dijadikan sebagai legalitas
bagi seseorang untuk bersikap KURANG AJAR.
4.
Yang dicontohkan di atas mengenai keponakan yang
berusia lebih tua daripada Paman. Ada pula Paman yang usianya lebih tua
daripada keponakannya namun menggunakan panggilan ”Pak” saat menegur, misalnya
Pak (nama) dengan kondisi usia yang tidak terpaut jauh (sekira kurang dari lima
tahun). Perihal seperti ini juga perlu dibiasakan sejak dini dibimbing dengan
panggilan yang sesuai karena jika dibiarkan berlarut-larut maka akan terbiasa
dengan yang keliru dan cenderung sulit mengubahnya.
5.
Ada pula Bibi yang usianya lebih tua daripada
keponakannya namun menggunakan panggilan ”Bu” saat menegur, misalnya Bu (nama)
dengan kondisi usia yang tidak terpaut jauh (sekira kurang dari lima tahun). Bahkan
bisa lebih parah, memanggil dengan panggilan ”Mbak”. Hal yang sama, yang
seperti ini perlu dibiasakan sejak dini dibimbing dengan panggilan yang sesuai
karena jika dibiarkan berlarut-larut maka akan terbiasa dengan yang keliru dan cenderung
sulit mengubahnya.
6.
Pergaulan di masa kecil atau masa remaja terkadang
bisa terbawa-bawa pada saat kita sudah dewasa bahkan menua. Menggunakan
panggilan yang dapat dianggap buruk, seperti ”Gendut/gembrot”, ”Krempeng”, ”Pesek”,
”Pinokio”, ”Pedog”, ”Kurcaci”, ”Kakek” (ketika masih muda tetapi sudah beruban),
dan lain-lain seyogyanya sudah dihilangkan karena akan dapat menyinggung
perasaan orang lain, bukan hanya diri orang yang dipanggil tetapi juga mungkin
suami/istri atau anak-anak dan keluarganya yang lain yang mendengarkan
panggilan tersebut. Jika panggilan-panggilan seperti itu diterapkan pada saat
masih kecil atau remaja mungkin masih sebagai cerminan keakraban dalam pergaulan
mereka, namun ketika sudah dewasa maka sedikit banyaknya dapat menjadi masalah.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan
di atas kita perlu senantiasa belajar untuk pandai merasakan sesuatu hal. Namun
bagi yang tidak pandai merasakan tentang hal itu tentu perlu usaha perubahan
secara perlahan. Perlu juga saling keterbukaan. Kalau kita tidak suka dengan cara
memanggil kawan kita, sampaikan dengan cara yang baik dan unik agar hubungan
tetap baik. Misalnya dengan kata-kata: ”Kawanku, jika Engkau memanggilku dengan
langsung namanya, alangkah bahagia hatiku”, atau dengan kata-kata: ”Kawanku, saya
sekarang sudah ganti nama menjadi …….., sudah tidak pakai lagi panggilan yang
seperti itu tadi, hehehe”, dan sebagainya. Keterbukaan juga bisa menjadi sangat
penting dalam suatu komunikasi, jangan memendamnya jika ternyata bisa saling
menyakiti, kecuali jika kita mencoba bertahan dan mengikhlaskannya.
Jika kita diam saja, mungkin
dapat diartikan dengan suatu kebolehan. Oleh karenanya sampaikanlah apa yang
menurutmu baik bagi semua pihak, karena pada dasarnya setiap orang membutuhkan
untuk saling mengingatkan dan diingatkan oleh orang lain. Mengenai hal ini
sudah diingatkan oleh Allāh ﷻ dalam QS. Al-'Ashr: 3. Semoga kita semua senantiasa menjadi lebih baik
dari hari ke hari.
Komentar