Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

KOMPILASI HUKUM ISLAM (PERWAKAFAN)



(Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991

tentang Perintah Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam,

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991

tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991)

                                     BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 215

 

Yang dimaksud dengan:

 

(1)       Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

 

(2)       Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.

 

(3)       Ikrar adalah pernyataan kehendak dari Wakif untuk mewakafkan benda miliknya.

 

(4)       Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.

 

(5)       Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.

 

(6)       Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah petugas pemerintah yang diangkat berdasarkan peraturan yang berlaku, berkewajiban menerima ikrar dari Wakif dan menyerahkannya kepada Nadzir serta melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan.

 

(7)       Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (6), diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.

  

BAB II

FUNGSI, UNSUR-UNSUR DAN SYARAT-SYARAT WAKAF

 Bagian Kesatu

Fungsi Wakaf

 

Pasal 216

 

Fungsi wakaf adalah mengekalkan mamfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf

  

Bagian Kedua

Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf

 

Pasal 217

 

(1)       Badan-badan Hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

(2)       Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.

 

(3)       Benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) harus merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan sengketa.

 

Pasal 218

 

(1)       Pihak yang mewakafkan harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (6) yang kemudian menuangkannya dalam bentuk Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.

 

(2)       Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.

 

Pasal 219

 

(1)       Nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 

a.         warga negara Indonesia;

 

b.         beragama Islam;

 

c.         sudah dewasa;

 

d.         sehat jasmani dan rohani;

 

e.         tidak berada di bawah pengampuan

 

f.          bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan.

 

(2)       Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 

a.         badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

 

b.         mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan.

 

(3)       Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2), harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan.

 

(4)       Nadzir sebelum melaksanakan tugas, harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah sebagai berikut:

 

"Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi Nadzir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada siapa pun juga".

 

"Saya bersumpah, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian".

 

"Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada saya selaku Nadzir dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengan maksud dan tujuannya".

 

(5)       Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan seperti dimasud pasal 215 ayat (5) sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.

  

Bagian Ketiga

Kewajiban dan Hak-hak Nadzir

 

Pasal 220

 

(1)       Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggungjawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuannya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.

 

(2)       Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.

 

(3)       Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Agama.

 

Pasal 221

 

(1)       Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena:

 

a.         meninggal dunia;

 

b.         atas permohonan sendiri;

 

c.         tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai Nadzir;

 

d.         melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.

 

(2)       Bilamana terdapat lowongan jabatan Nadzir karena salah satu alaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1), maka penggantinya diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.

 

(3)       Seorang Nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub a, tidak dengan sendirinya digantikan oleh salah seorang ahli warisnya.

 

Pasal 222

 

Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas, yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.

  

BAB III

TATA CARA PERWAKAFAN DAN PENDAFTARAN BENDA WAKAF

 Bagian Kesatu

Tata Cara Perwakafan

 

Pasal 223

 

(1)       Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.

 

(2)       Isi dan Bentuk Ikrar Wkaf ditetapkan oleh Menteri Agama.

 

(3)       Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

 

(4)       Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimasud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berkut:

 

a.         tanda bukti kepemilikan harta benda;

 

b.         bila benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud.

 

c.         Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.

  

Bagian Kedua

Pendaftaran Benda Wakaf

 

Pasal 224

 

Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestariannya.

  

BAB IV

PERUBAHAN, PENYELESAIAN, DAN PEGAWASAN BENDA WAKAF

 Bagian Kesatu

Perubahan Benda Wakaf

 

Pasal 225

 

(1)       Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam Ikrar Wakaf.

 

(2)       Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:

 

a.         karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh Wakif;

 

b.         karena kepentingan umum.

  

Bagian Kedua

Penyelesaian Perselisihan Benda Wakaf.

 

Pasal 226

 

Penyelesaian terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.

  

Bagian Ketiga

Pengawasan

 

Pasal 227

 

Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir dilakukan bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan, dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.

  

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 228

 

Perwakafan benda, demikian pula pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluarkannya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan denagn ketentuan-ketentuan ini.

  

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 229

 

Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me