tentang Perintah
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam,
Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991
tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 215
Yang dimaksud dengan:
(1) Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang
atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta
miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau
kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
(2) Wakif adalah orang atau orang-orang
ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.
(3) Ikrar adalah
pernyataan kehendak dari Wakif untuk mewakafkan benda miliknya.
(4) Benda wakaf adalah segala benda baik benda
bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali
pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.
(5) Nadzir adalah kelompok orang atau
badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
(6) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang
selanjutnya disingkat PPAIW adalah petugas pemerintah yang diangkat berdasarkan
peraturan yang berlaku, berkewajiban menerima ikrar dari Wakif dan
menyerahkannya kepada Nadzir serta melakukan pengawasan untuk
kelestarian perwakafan.
(7) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti
dimaksud dalam ayat (6), diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
BAB II
FUNGSI, UNSUR-UNSUR DAN
SYARAT-SYARAT WAKAF
Fungsi Wakaf
Pasal 216
Fungsi wakaf adalah mengekalkan mamfaat benda wakaf sesuai
dengan tujuan wakaf
Bagian Kedua
Unsur-unsur dan
Syarat-syarat Wakaf
Pasal 217
(1) Badan-badan Hukum Indonesia dan orang atau
orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak
terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat
mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Dalam hal badan-badan hukum, maka yang
bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.
(3) Benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam
pasal 215 ayat (4) harus merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan,
ikatan, sitaan, dan sengketa.
Pasal 218
(1) Pihak yang mewakafkan harus mengikrarkan
kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (6) yang kemudian
menuangkannya dalam bentuk Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya
2 orang saksi.
(2) Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari
ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.
Pasal 219
(1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal
215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. sudah dewasa;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. tidak berada di bawah pengampuan
f. bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkan.
(2) Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
b. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkan.
(3) Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan
(2), harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah
mendengar saran dari Camat dan Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan
pengesahan.
(4) Nadzir sebelum melaksanakan tugas,
harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah,
bahwa saya untuk diangkat menjadi Nadzir langsung atau tidak langsung dengan
nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan
sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah, bahwa saya
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada
sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga
suatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah, bahwa saya
senantiasa akan menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepada saya selaku Nadzir dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengan maksud dan
tujuannya".
(5) Jumlah Nadzir yang diperbolehkan
untuk satu unit perwakafan seperti dimasud pasal 215 ayat (5) sekurang-kurangnya
terdiri dari 3 orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat
setempat.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Hak-hak
Nadzir
Pasal 220
(1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus
dan bertanggungjawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan
perwakafan sesuai dengan tujuannya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh
Menteri Agama.
(2) Nadzir diwajibkan membuat laporan
secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat
dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
(3) Tata cara pembuatan laporan seperti
dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Agama.
Pasal 221
(1) Nadzir
diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permohonan sendiri;
c. tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai Nadzir;
d. melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.
(2) Bilamana terdapat lowongan jabatan Nadzir
karena salah satu alaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1), maka penggantinya
diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama
Kecamatan dan Camat setempat.
(3) Seorang Nadzir yang telah berhenti,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub a, tidak dengan sendirinya digantikan
oleh salah seorang ahli warisnya.
Pasal 222
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas,
yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis
Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.
BAB III
TATA CARA PERWAKAFAN DAN
PENDAFTARAN BENDA WAKAF
Tata Cara Perwakafan
Pasal 223
(1) Pihak yang hendak mewakafkan dapat
menyatakan ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan
Ikrar Wakaf.
(2) Isi dan
Bentuk Ikrar Wkaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
(3) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan
Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(4) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimasud
ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang
tersebut dalam pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berkut:
a. tanda bukti kepemilikan harta benda;
b. bila benda yang diwakafkan berupa benda
tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa yang
diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak
dimaksud.
c. Surat atau dokumen tertulis yang
merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Benda
Wakaf
Pasal 224
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan
permohonan kepada camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan
guna menjaga keutuhan dan kelestariannya.
BAB IV
PERUBAHAN, PENYELESAIAN, DAN
PEGAWASAN BENDA WAKAF
Perubahan Benda Wakaf
Pasal 225
(1) Pada dasarnya terhadap benda yang telah
diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang
dimaksud dalam Ikrar Wakaf.
(2) Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam
ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat
dengan alasan:
a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan
oleh Wakif;
b. karena kepentingan umum.
Bagian Kedua
Penyelesaian
Perselisihan Benda Wakaf.
Pasal 226
Penyelesaian terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir
dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan,
Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 227
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir
dilakukan bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama
Kecamatan, dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 228
Perwakafan benda, demikian pula pengurusannya yang terjadi
sebelum dikeluarkannya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada
Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan denagn
ketentuan-ketentuan ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 229
Komentar