tentang Perintah
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam,
Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991
tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 171
Yang dimaksud dengan:
a. Hukum kewarisan adalah hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris menetukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa besar
bagiannya masing-masing.
b. Pewaris adalah orang yang pada saat
meninggalnya atau dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama
Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
c. Ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris.
d. Harta peninggalan adalah harta yang
ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya
maupun hak-haknya.
e. Harta warisan adalah harta bawaan
ditambah bagian untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya
pengurusan jenazah (tazhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk
kerabat.
f. Wasiat adalah pemberian suatu benda
dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris
meninggal dunia.
g. Hibah adalah pemberian suatu benda dari
pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris
meninggal dunia.
h. Anak angkat adalah anak yang dalam hal
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya
beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan putusan Pengadilan.
i. Baitul Mal adalah Balai Harta
Keagamaan.
BAB II
AHLI WARIS
Pasal 172
Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari
Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi
yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau
lingkungannya.
Pasal 173
Seirang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan
Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
a. dipersalahkan telah membunuh atau
mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris.
b. dipersalahkan secara memfitnah telah
mengajukan pengaduan bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan
hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Pasal 174
(1) Kelompok-kelompok
ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan darah;
- golongan laki-laki terdiri dari: ayah,
anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek;
- golongan perempuan terdiri dari: ibu,
anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.
(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang
berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Pasal 175
(1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris
adalah:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
b. menyelesaikan baik hutang-hutang, berupa
pengobayan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.
c. menyelesaikan wasiat pewaris.
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
(2) Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang
atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta
peninggalannya.
BAB III
BESARNYA BAHAGIAN
Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh
bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga
bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka
bagian anak laki-laki dua berbandung satu dengan anak perempuan.
Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak
meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.
Pasal 178
(1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada
anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara
atau lebih, maka ia mendapat seperenam bagian.
(2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa
sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.
Pasal 179
Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan
anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka dua mendapat seperempat bagian.
Pasal 180
Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak
meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat
seperempat bagian.
Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak, maka saudara
laki-laki dan saudara perempuan seibu masingmasing mendapat seperenam bagian. Bila
mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga
bagian.
Pasal 182
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak,
sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia
mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan
saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka
bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut
bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara
lakilaki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
Pasal 183
Para ahli waris dapat bersepakat melakkan perdamaian dalam
pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.
Pasal 184
Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan
keputusan hakim atau usul anggota keluarga.
Pasal 185
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu
daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali
mereka yang tersebut dalam pasal 173.
(2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak
boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Pasal 186
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.
Pasal 187
(1) Bilamana pewaris meninggalkan harta peninggalan
maka oleh pewaris semasa hidupnya atau oleh pada ahli waris dapat ditunjuk
beberapa orang sebagai pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas:
a. mencatat dalam suatu daftar harta
peninggalan baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian
disahkan oleh para ahli waris yang bersangkutan, bila perlu dinilai harganya
dengan uang.
b. menghitung jumlah pengeluaran untuk
kepentingan pewaris sesuai dengan pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan c.
(2) Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas
adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang
berhak.
Pasal 188
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan
dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan
pembagian harta warisan. Bila da di antara ahli waris yang tidak menyetujui
permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui
Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan.
Pasal 189
(1) Bila harta warisan yang akan dibagi berupa
lahan pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar, supaya dipertahankan
kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama pada
ahli waris yang bersangkutan.
(2) Bila ketentuan tersebut pada ayat (1)
pasal ini tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan
ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau
lebih ahli waris dengan cara membayar harganya kepada ahli waris yang berhak
sesuai dengan bagiannya masing-masing.
Pasal 190
Bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang, maka
masing-masing istri berhak mendapat bagian atas gonogini dari rumah tangga
dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para
ahli warisnya.
Pasal 191
Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau
ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas
putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk
kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum.
BAB IV
AUL DAN RAD
Pasal 192
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli
waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang
lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai
dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan secara aul
menurut angka pembilang.
Pasal 193
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara ahli waris Dzawil
furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil
daripada angka penyebut sedangkan tidak ada ahli waris asabah,
maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai
dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang di
antara mereka.
BAB V
WASIAT
Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur
sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat
mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda
yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat
meninggal dunia.
Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan
dua orang saksi, atau tertulis di hadapan dua orang saksi, atau di hadapan notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan
sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli
waris menyetujuinya.
(3) Wasiat kepada
ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan
(3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di
hadapan dua orang saksi atau di hadapan notaris.
Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun secara lisan harus
disebutkan dengan tegas dan jelas siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yang
akan ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.
Pasal 197
(1) Wasiat menjadi batal apabila calon
penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap tetap dihukum karena:
a. dipersalahkan telah membunuh atau
mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewasiat.
b. dipersalahkan secara memfitnah telah
mengajukan pengaduan bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan
hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
c. dipersalahkan dengan kekerasan atau
ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk
kepentingan calon penerima wasiat.
d. dipersalahkan telah menggelapkan atau
merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat.
(2) Wasiat
menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
a. tidak mengetahui adanya wasiat itu
sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat.
b. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk
menerimanya.
c. mengetahui adanya wasiat itu, tetapi
tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum
meninggalnya pewasiat.
(3) Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda
ataupun pemanfataan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu.
Pasal 198
Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun
pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu.
Pasal 199
(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama
calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau sudah menyatakan
persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali.
(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara
lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan
oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte notaris bila wasiat terdahulu dibuat
secara lisan.
(3) Bila wasiat dibuat secara tertulis maka
hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi
atau berdasarkan akte notaris.
(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte
notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akte notaris.
Pasal 200
Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu
sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan sebelum pewasiat meninggal
dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.
Pasal 201
Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan,
sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujuinya, maka wasiat hanya akan
dilaksanakan sampai batas sepertiga harta warisan.
Pasal 202
Apabila wasiat diajukan untuk berbagai kegiatan kebaikan,
sedangkan harta wasiat tidak mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan
kegiatan mana yang didahulukan pelaksanaannya.
Pasal 203
(1) Apabila surat wasiat dalam keadaan
tertutup, maka penyimpanannya di tempat notaris yang membuatnya atau di tempat
lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya.
(2) Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai
dengan pasal 199 maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan kembali
kepada pewasiat.
Pasal 204
(1) Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat
wasiat yang tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli
waris, disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan
surat wasiat itu.
(2) Jika surat wasiat yang tertutup disimpan
bukan kepada Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada Notaris setempat
atau Kantor Urusan Agama setempat dan selanjutnya Notaris atau Koantor Urusan
Agama tersebut membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.
(3) Setelah semua isi serta maksud surat
wasiat itu diketahui maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan
kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.
Pasal 205
Dalam waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang
termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertempuran atau yang
berada di suatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat
wasiat di hadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang
saksi.
Pasal 206
Mereka yang sedang berada dalam perjalanan melalui laut
boleh membuat surat wasiat di hadapan nahoda atau mualim kapal, dan jika
pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat di hadapan seorang yang menggantinya
dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
Pasal 207
Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan
pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntunan
kerohanian sewaktu ia menderita sakit hingga meninggalnya, keculi ditentukan
dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.
Pasal 208
Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat
akte tersebut.
Pasal 209
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi
berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan
terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari warisan anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima
wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan
orang tua angkatnya.
BAB VI
H I B A H
Pasal 210
(1) orang yang telah berumur
sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa ada paksaan dapat
menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta bendanya kepada orang lain atau
lembaga di hadapan dua orang saksu untuk dimiliki.
(2) Harta benda
yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 211
Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan
sebagai warisan.
Pasal 212
Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua
kepada anaknya.
Pasal 213
Hibah yang diberikan pada saatu penerima hibah dalam keadaan
sakit yang dekat dengan kematiannya, maka harus mendapat persetujuan dari ahli
warisnya.
Pasal 214
Warga negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini.
Komentar