Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

BAGAIMANA PERTIMBANGAN PERLU MEREVISI PASAL 279 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

 

Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan berikutnya. Kali ini penulis akan membahas lagi tentang Pasal 279 KUHP namun kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang bagaimana pertimbangan perlu merevisi Pasal 279 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Oleh karenanya berikut ini adalah diskusi hidup kita.

 

 

Orang menikah apabila sesuai syariat Islam itu adalah halal.

Namun tidak berarti sesuatu yang halal itu tidak ada konsekuensinya.

Bukan berarti bahwa yang halal itu tidak perlu ada sanksinya jika dilakukan.

Negara diberi kewenangan untuk mengatur lebih khusus dalam rangka menjaga dan menegakkan ketertiban masyarakat negara.

 

Contoh:

 

-   Negara memberlakukan Pasal 279 KUHP dan menghukum pelakunya jika melakukan perkawinan ganda.

 

-       Pegawai negeri jika melakukan perkawinan ganda tanpa alasan yang sah menurut hukum, akan diberhentikan dari statusnya sebagai pegawai.

 

Perhatikan ketentuan Allah SWT dalam Al-Quräan (QS. Al-Ahzab: 52):

 

“Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu”.

 

            Menurut para ahli tafsir, ayat ini turun untuk Nabi Muhammad s.a.w. Nabi tidak diperbolehkan kawin sesudah mempunyai istri-istri sebanyak yang telah ada itu dan tidak pula diperbolehkan mengganti istri-istrinya yang telah ada itu dengan menikahi perempuan lain.

 

 

Perhatikan pula ketentuan Allah SWT dalam Al-Qurān (QS. An-Nisā’: 3):

 

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

 

            Menurut para ahli tafsir, ayat ini membatasi jumlah perkawinan seorang laki-laki hanya sampai dengan 4 (empat) orang wanita dalam satu masa.

 

 

       Penerapan Pasal 279 KUHP tidak semerta-merta diterapkan dan diputuskan sebagai sesuatu yang membabi buta. Ketentuan ini adalah sebagai dasar untuk mengatur ketertiban warga negara Indonesia terutama pegawai negara. Setiap orang yang memiliki istri lebih dari satu tidak semerta-merta dianggap sebagai pelanggar pasal tersebut. Perhatikan bahwa di dalam suatu aturan terdapat hal-hal yang menjadi pengecualian.

 

“TIDAK ADA ATURAN TANPA PENGECUALIAN”

 

Namun pada pembahasan saat ini penulis akan lebih fokus membahas tentang bagaimana sebaiknya Pasal 279 KUHP itu disesuaikan atau semestinya diatur pada masa sekarang ini.

 

     Perkawinan sejatinya adalah perbuatan yang bersifat perdata, apalagi dikaitkan dengan kesepakatan para pihak, dalam hal ini pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan, meskipun terkadang pihak laki-laki tidak memerlukan keluarga besarnya dalam rangka melakukan prosesi pernikahan. Seorang laki-laki dapat bertindak untuk diri sendiri dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pernikahan.

 

Sebelum penulis bahas lebih lanjut, perlu penulis ingatkan kepada Sahabat bahwa ada perbedaan antara pernikahan dengan perkawinan. Hal ini penting agar Sahabat diskusi hidup tidak bingung ketika penulis terkadang menggunakan istilah “pernikahan” dan terkadang menggunakan istilah “perkawinan”.

 

       Suatu perkawinan bukanlah perbuatan pidana, hingga ditemukannya bukti bahwa terdapat unsur-unsur pidananya.

 

Contoh:

-               Terdapat penipuan atau pemalsuan asal usul yang dibuat oleh para pihak atau salah satu pihak (suami, istri).

-               Terdapat pemalsuan identitas yang dibuat oleh para pihak atau salah satu pihak (suami, istri).

 

Jika negara hendak memberikan sanksi kepada seseorang yang melakukan perkawinan ganda dengan keadaan tertentu, maka seyogyanya berikan hanya berupa pidana denda. Adapun bagi warga sipil dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan status sebagai pegawai negeri. Sedangkan bagi prajurit TNI, dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pemberhentian dari dinas militer. Hal ini tidak mengubah kedudukannya dalam hal fungsi penegakan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.

 

Perkawinan bukanlah kejahatan, namun masih dapat dikategorikan sebagai pelanggaran bila menimbulkan ketidaktertiban dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak diatur lebih lanjut, akan dapat menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat yang berdampak menurunnya kesejahteraan dari sebagian masyarakat yang seharusnya mendapatkan keadilan atau perlakuan yang adil dari pihak yang mengemban kewajiban untuk itu.

 

Pada masa lampau, Rasūlullāh Muhammad s.a.w. memiliki istri lebih dari seorang dengan pertimbangan yang arif dan bijaksana yang dapat dipertanggungjawabkan secara agama, karena beliau selalu berada dalam bimbingan Allāh SWT. Namun hal ini tidak semerta-merta bisa diikuti atau diterapkan oleh semua orang. Menurut teori hukum Islam, mengikuti jejak Rasūlullāh s.a.w. adalah sunah, artinya jika diikuti atau dikerjakan akan mendapatkan pahala. Namun hal ini juga tergantung penerapannya di lapangan. Tidak setiap orang mampu mengikuti jejak beliau untuk perihal yang satu ini. Jangan sampai alasannya untuk menjalankan sunah namun malah menjadi melakukan kemunkaran terhadap istri atau keluarganya. Kecenderungan yang terjadi pada masa sekarang ini kurang lebihnya adalah seperti contoh-contoh berikut ini:

 

-         Sebagian laki-laki sekarang ini jika memiliki istri lain, sehingga memiliki istri lebih dari seorang, ada yang hanya mengedepankan nafsu. Ingin memiliki yang lebih cantik, yang lebih muda, yang lebih kaya, dan sebagainya.

-         Mungkin ada sebagian laki-laki yang memiliki istri lebih dari seorang karena istri yang lama tidak bisa atau tidak mau diceraikan, sehingga sang suami memberikan syarat agar istri pertama bersedia dimadu/diduakan.

-         Mungkin ada sebagian laki-laki yang pada suatu waktu terjebak dengan suatu keadaan tertentu sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sementara ia tidak bisa menceraikan istrinya.

-          Dan sebagainya.

 

Ada pihak yang harus kita jaga moril dan kesejahteraannya, yaitu “perempuan”. Perempuan sebagai pihak yang dianggap lemah, memerlukan campur tangan negara untuk tetap menjaga eksistensinya dalam memberikan sumbangsih terbaiknya kepada negara dan bangsa.

 

Loh? Sumbangsih apa yang signifikan dari seorang perempuan? Kenapa harus dijaga dan menjadi perhatian yang khusus dari negara?

 

            Kita pasti sering mendengar semboyan “Syurga itu berada di telapak kaki ibu”. Seorang ibu, diperanggapkan bahwa dirinya memiliki banyak waktu dalam mengurus anak-anaknya sementara suaminya sibuk mencari nafkah. Sehingga seorang ibu akan cenderung lebih banyak waktu untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya supaya menjadi manusia-manusia yang terbaik di muka bumi. Oleh karena seorang ibu membimbing dan mendidik serta memberikan tauladan terhadap anak-anaknya, maka diharapkan jika anak-anaknya menerapkan kebaikan dan masuk syurga itu adalah karena rahmat Allāh SWT dan jasa ibunya, jasa seorang perempuan. Itulah sebabnya penulis mengartikan kenapa syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu, karena ibunya diharapkan telah mengajarkan perjalanan hidup yang baik bagi anak-anaknya serta meridhai anak-anaknya itu sehingga mereka bisa masuk syurga. Ridha Allāh SWT adalah karena ridha orang tua (ridhallaahi walridha walidaini).

 

       Ketika seorang suami, karena nafsu pribadinya semata, memutuskan untuk memiliki istri yang lain, tentu hal ini akan cenderung menyakiti hati istri pertamanya. Perempuan pada masa sekarang ini akan cenderung tidak ikhlas jika suaminya memiliki istri lagi karena laki-laki pada masa sekarang cenderung diragukan oleh sebagian perempuan dapat tetap memperhatikan istri pertamanya, atau karena dianggap tidak bisa memiliki ahlak dan kepribadian seperti Rasūlullāh s.a.w.. Hanya orang-orang tertentu yang sekurang-kurangnya bisa menentramkan hati istrinya, menimbulkan kepercayaan dan keikhlasan sehingga dapat mengijinkan suaminya memiliki istri selain dirinya.

 

Tidak sedikit pula istri-istri merasa teraniaya baik lahir ataupun batinnya karena perlakuan laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Perlakuan suami yang mengabaikan istrinya demi istri baru dan berbuat kasar terhadap istri pertamanya, sungguh-sungguh hal seperti ini yang dilarang oleh agama. Sesuai dengan Firman Allāh SWT dalam Al-Qurān, QS. An-Nisā’ ayat 3, yaitu agar seorang suami menghindarkan diri dari sikap menganiaya istrinya. Dan jika hal seperti ini berlangsung terus menerus, bagaimana seorang ibu dapat mendidik dan membimbing anak-anaknya dengan baik jika keadaan batinnya tidak tenteram atau tersiksa karena perlakuan suaminya yang selalu menyakitkan lahir maupun batin. Bagaimana pula seorang perempuan yang menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya dapat konsentrasi memperhatikan anak-anaknya jika keadaan yang ada cenderung memposisikan dirinya untuk lebih memikirkan penderitaannya sendiri yang sedang ia alami?

 

Oleh karena itu, menjaga kesejahteraan perempuan, menjaga morilnya, dan melindungi hak-hak asasinya, sama dengan menjaga aset bagi pembimbingan dan pendidikan anak-anak dalam keluarga, menuju keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

 

 

Sahabat Diskusi Hidup yang baik hati,

 

            Pada dasarnya, penerapan Pasal 279 KUHP harus diselaraskan dengan ketentuan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam terutama mengenai Hukum Perkawinan. Jika ada pengaturan yang bertentangan, maka perlu diadakan revisi terhadap Pasal 279 KUHP karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan nafas hukum dalam masyarakat Indonesia karena pengaturan tersebut berasal dari zaman Belanda sehingga pertimbangannya juga masih menurut kepentingan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu.

 

            Ketentuan pidana yang diatur atau yang diancamkan kepada pelakunya dalam pasal tersebut seyogyanya hanya mengenai penjatuhan pidana denda. Adapun mengenai penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan status sebagai pegawai negeri atau pemecatan dari dinas militer dapat dijatuhkan pada putusan majelis hakim pada saat di sidang pengadilan.

 

 

Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,

 

Demikian diskusi hidup kita kali ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan, karena sejatinya kebenaran hanya milik Allāh SWT.

 

Terima kasih banyak atas perhatiannya.




وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me