Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

BAGAIMANA ANALISIS TERHADAP PASAL 54-55 DAN PASAL 103 UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ 


Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan berikutnya. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang bagaimana analisis terhadap Pasal 54-55 dan Pasal 103 Undang-undang Nmor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Untuk itu diskusi hidup kita kali ini adalah sebagai berikut.


Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa pecandu narkotika dan penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pada Pasal 103 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diatur lebih lanjut sebagai berikut:

 

(1)    Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:

 

a.            memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau

 

b.            menetapkan dan memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.


(2)    Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

 

Terhadap ketentuan-ketentuan tersebut di atas, hakim peradilan militer sudah mulai memberlakukan ketentuan tentang penerapan rehabilitasi terhadap para pelaku penyalahgunaan narkotika. Hal ini senafas dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 01/PB/MA/III/2014 tanggal 11 Maret 2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. Di dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa bagi narapidana yang termasuk dalam kategori pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, dan bukan pengedar/bandar/kurir/produsen dapat dilakukan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di dalam lapas/rutan dan/atau lembaga rehabilitasi yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

 

Mengenai hal ini sudah pernah diterapkan oleh peradilan militer dalam beberapa perkara telah memutuskan dan memerintahkan terpidana untuk menjalani rehabilitasi. Sebagai contoh dapat dilihat pada pertimbangan majelis hakim Pengadilan Militer III-14 Denpasar dalam putusan Nomor: 44-K/PM.III-14/AD/XII/2018 yang mempertimbangkan bahwa untuk kepentingan efektifitas pelaksanaan pidana sekaligus pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi terpidana yang dilaksanakan di (Lembaga Pemasyarakatan Militer) Masmil/Lemasmil III Surabaya oleh lembaga rehabilitasi milik pemerintah.

 

Putusan yang dijatuhkan adalah sebagai berikut:

 

1.            Menyatakan Terdakwa tersebut di atas, (...dst..), terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana: “Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri yang dilakukan secara bersama-sama”.

 

2.            Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan:

 

Pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. Menetapkan waktu selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

 

3.    Memerintahkan agar selama menjalani pidananya Terdakwa menjalani rehabilitasi sosial selama 6 (enam) bulan yang dilaksanakan di Lemasmil III Surabaya oleh BNN Kabupaten Sidoarjo.

 

4.    Menetapkan waktu selama Terdakwa melaksanakan rehabilitasi sosial diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

 

5.            (dst).

 

6.            (dst).

 

7.            Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan.

 

Pasal 55 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur sebagai berikut:

 

(1)          Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

 

(2)          Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

 

(3)          Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Terhadap ketentuan-ketentuan tersebut di atas, tidak pernah diterapkan di lingkungan kehidupan militer. Militer yang melakukan penyalahgunaan narkotika tidak mungkin melaporkan dirinya dengan sukarela bahwa dirinya telah melakukan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri atau bahkan sebagai pecandu, dikarenakan takut jika melaporkan diri akan langsung diproses menurut hukum pidana sehingga terhadap kasus seperti ini belum pernah diterapkan di militer.

 

Di dalam lingkup peradilan militer, ketentuan tentang rehabilitasi juga diberlakukan khusus bagi korban penyalahgunaan narkotika. Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01/PB/MA/III/2014 tanggal 11 Maret 2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi, dengan ketentuan seperti yang dijelaskan di atas.

 

Bagi prajurit TNI yang tidak dijatuhi pidana tambahan pemecatan (diberhentikan dari dinas keprajuritan) maka pelaksanaan rehabilitasi dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan militer yang ditunjuk dan oleh lembaga rehabilitasi pemerintah.

Namun bagi prajurit TNI yang dijatuhi pidana tambahan pemecatan maka hukuman dilaksanakan di lapas/rutan (milik sipil) dan dapat dilaksanakan rehabilitasi medis dan/atau sosial oleh lembaga rehabilitasi pemerintah.

 

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, telah ditentukan bahwa kriteria penempatan pecandu narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi adalah:

 

1.            Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan.

 

2.            Pada saat tertangkap tangan sesuai butir (a) di atas, ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain:

 

        a.            Kelompok Methampethamine (shabu): 1             gram;

        b.            Kelompok MDMA (ecstacy) : 2.4 gram/8             (delapan) butir;

        c.            Kelompok Heroin : 1,8 gram;

        d.            Kelompok Kokain : 1,8 gram;

        e.            Kelompok Ganja : 5 gram;

        f.             Daun Koka : 5 gram;

        g.            Meskalin : 5 gram;

        h.            Kelompok Psilosybin : 3 gram;

        i.              Kelompok LSD (d-lysergic acid                         diethylamine) : 2 gram;

        j.              Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram;

        k.            Kelompok Fentanil : 1 gram;

        l.              Kelompok Metadon : 0,5 gram;

        m.           Kelompok Morfin : 1,8 gram;

        n.            Kelompok Petidine : 0,96 gram;

        o.            Kelompok Kodein : 0,96 gram;

        p.            Kelompok Bufrenorfin : 32 mg.

 

3.            Surat Uji Laboratorium Positif menggunakan narkoba berdasarkan permintaan penyidik;

 

4.            Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim;

 

5.            Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika.

 

Bahwa apabila ketentuan Pasal 127 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tersebut dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang mana ternyata Terdakwa diketahui telah mengkonsumsi Narkotika setelah Terdakwa di tes urine bukan dalam kondisi tertangkap tangan, maka penerapan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial tidak berlaku. Pertimbangan seperti ini dijadikan dasar dalam putusan perkara narkotika Nomor: 51-K / PM.III-14 /AD/XII/ 2015 yang diputuskan pada hari Kamis tanggal 3 Maret 2016.

 

Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim peradilan militer tergantung pula pada berat atau ringannya perbuatan terdakwa.

 

Ketika ada putusan pengadilan militer yang menetapkan rehabilitasi bagi terdakwa, maka dari kesatuannya dapat mengambil kebijakan untuk yang bersangkutan diproses pengajuan permohonan pensiun dininya dari dinas militer dengan maksud agar prajurit yang bersangkutan dipisahkan dari kehidupan militer dengan maksud agar tidak merusak disiplin prajurit TNI yang lain seandainya pelaku mengulangi perbuatannya di kemudian hari. Hal ini tentunya tergantung dari pertimbangan komandan satuan si pelaku yang sudah memahami karakter para anggota di satuannya.

 

 

Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,

 

Demikian diskusi hidup kita kali ini. Untuk ketenangan dan keselamatan hidup, maka jangan lah sekali-kali mencoba atau mendekati narkotika dalam bentuk apapun!

Semoga bermanfaat bagi kita semua, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan, karena sejatinya kebenaran hanya milik Allāh SWT.

Terima kasih banyak atas perhatiannya.

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me