Langsung ke konten utama

Featured Posts

AIR BERIAK TANDA TAK DALAM, TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, TAHUKAH ANDA TERNYATA MAKNANYA TIDAK SEPERTI YANG SELAMA INI KITA KIRA, TERNYATA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KITA SUDAH SALAH MENGGUNAKANNYA

        Para pembaca yang budiman. Selama ini kita semua mengetahui bahwa untuk menyamakan keadaan seseorang yang banyak bicara namun pengetahuannya dangkal adalah dengan menggunakan peribahasa "Air beriak tanda tak dalam", atau bagi yang dianggap tidak berpengetahuan "Tong kosong nyaring bunyinya". Demikian pula dengan penulis. Penulis pernah berpikir bahwa kalimat tersebut dapat diterapkan kepada setiap orang yang banyak bicara. Ketika anda berkata tentang air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, tahukah anda ternyata maknanya tidak seperti yang selama ini kita kira, ternyata selama bertahun-tahun kita sudah salah menggunakannya.      Pada suatu kolam air kita mungkin akan menemukan riak-riak atau gelembung-gelembung air yang relatif kecil di atas permukaannya. Menurut hasil penelitian, riak-riak air tersebut banyak ditemukan pada suatu ekosistem air yang mana ketinggian permukaan airnya dari dasar tidak begitu tinggi atau air dalam kondisi tidak

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD AMPUH
Aplikasi Mobile Penyuluhan Hukum

TINDAK PIDANA KHUSUS DI MILITER TERUTAMA DESERSI DAN KETIDAKHADIRAN TANPA IZIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ 


Yth. Sahabat Diskusi Hidup,          alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di lingkungan militer. Pada diskusi  hidup  kali  ini  kita  mengambil  salah satu contoh tindak pidana militer sebagai berikut.




    Tindak pidana militer yang pada umumnya terdapat dalam KUHPM dapat dibagi dua bagian yaitu :

 

1.         Tindak pidana murni, yaitu tindakan-tindakan terlarang/diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaan yang bersifat khusus atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.

 

2.         Tindak pidana campuran, yaitu tindakan-tindakan terlarang atau diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-undangan lain, akan tetapi diatur lagi dalam KUHPM (atau dalam Undang-Undang Hukum Pidana Militer lainnya) karena adanya sesuatu keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain, sehingga diperlukan acaman pidana yang lebih berat, bahkan mungkin lebih berat dari ancaman kejahatan yang semula dengan pemberatan tersebut dalam Pasal 52 KUHP.

 

      Tindak Pidana Militer merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang prajurit. Secara umum tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit adalah sama dengan yang dilakukan  oleh orang yang bukan prajurit, seperti perkelahian, pencurian dan lain sebagainya. Akan tetapi ada tindak pidana tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh anggota militer saja, yaitu tindak pidana desersi yang masuk dalam lingkup tindak pidana militer murni. Dalam kenyataannya tindak pidana desersi belum banyak masyarakat mengetahui, meskipun dalam kitab undang-undang hukum pidana umum terdapat pasal yang membicarakan masalah tindak pidana. Untuk memberikan gambaran maka akan diuraikan secara singkat mengenai tindak pidana desersi.

 

     Yang dimaksud dengan tindak pidana desersi sesuai dengan pasal 87 KUHPM yaitu:

1)      Diancam karena desersi, militer:

ke-1, Yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyeberang ke musuh, atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu;

ke-2, Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari ;

ke-3, Yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dan karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan pada pasal 85 ke-2.

 

2)      Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.

 

3)      Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana penjara maksimum delapan tahun enam bulan.

 

Dari perumusan pasal 87 dapat disimpulkan ada dua bentuk desersi yaitu :

1)      Bentuk desersi murni (pasal 87 ayat 1 ke-1) dan

2)      Bentuk desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin (Pasal 87 ayat ke-2 dan ke-3).

 

            Memahami kondisi tersebut di atas agar dalam penyelesaian tindak pidana desersi dapat dilakukan dengan efektif dan efisien maka peranan Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum) sebagai salah satu Penyidik di lingkungan Militer mempunyai peran utama yang sangat penting.

 

            Dari tulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

 

1.   Sebagai sarana bagi penulis untuk menyumbangkan pemikiran yuridis, serta menambah kepustakaan hukum tentang masalah-masalah hukum militer, khususnya dalam hal desersi yang dilakukan oleh anggota TNI AD. Serta memberikan gambaran yang jelas kepada seluruh prajurit TNI AD mengenai hukum militer serta akibat hukumnya apabila anggota TNI AD melakukan desersi.

 

2.         Dapat menjadi tambahan referensi bagi para Komandan Satuan dalam mencegah dan mengatasi anggotanya dalam mengatasi permasalahan desersi maupun pelaku desersi serta instansi yang terkait khususnya instansi penegak hukum, supaya bersungguh-sungguh dalam mencegah dan mengatasi tindak pidana desersi yang dilakukan oleh Prajurit TNI AD.

 

3.         Sebagai media informasi dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat luas untuk mengetahui penerapan hukum bagi anggota TNI AD. Karena masih banyak Komandan Satuan serta Prajurit TNI AD yang belum memahami tentang hukum pidana militer.

 

            Dalam penulisan ini menggunakan landasan Pasal 74 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menjelaskan bahwa salah satu kewenangan Atasan yang Berhak Menghukum (ANKUM) adalah melakukan penyidikan terhadap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya.

 

Beberapa faktor penyebab prajurit melakukan tindak pidana desersi antara lain adalah :

 

a.         Masih terdapat oknum-oknum prajurit yang bersikap dan berperilaku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI, dan hal ini berpengaruh pada prajurit lainnya, baik secara perorangan maupun kelompok yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum, norma-norma lainnya yang berlaku dalam kehidupan atau bertentangan dengan peraturan kedinasan, disiplin, dan tata tertib di lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

 

b.         Kurangnya rasa memiliki terhadap satuan oleh prajurit dan beberapa prajurit yang tidak mempunyai tugas pokok (job description) yang pasti sehingga banyak diantara mereka yang setiap harinya hanya datang untuk melaksanakan apel pagi dan apel siang, hal inilah yang lama-lama akan menimbulkan suatu kejenuhan.

 

c.         Kebutuhan hidup yang semakin tinggi akan berpengaruh terhadap cara berpikir dan pola hidup prajurit. Ketika income (pemasukan) tidak seimbang dengan pengeluaran, maka seorang prajurit berfikir untuk mencari “tambahan penghasilan” di luar dinas sekalipun cara yang ditempuh/pekerjaan tersebut menjadi larangan bagi setiap prajurit.

 

d.         Kondisi Lingkungan yang telah mengalami pergeseran nilai disegala aspek kehidupan, maka seorang prajurit harus mampu untuk membedakan dan memilah apa yang harus dilakukan.

 

e.     Tingkat Keimanan seorang prajurit mempunyai pengaruh yang sangat besar ketika dihadapkan pada suatu masalah, apabila prajurit tersebut mempunyai keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa akan selalu memberikan jalan keluar atas permasalahannya maka prajurit tersebut tidak akan memilih jalan pintas dengan lari meninggalkan satuannya.

 

            Tindak Pidana Desersi pada mulanya dimulai dari tindak pidana THTI namun karena situasi dan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang telah terlewati sehingga terjadilah tindak pidana Desersi. Pada saat Prajurit melakukan ketidakhadiran tanpa izin yang sah, maka Satuan membuat laporan atas permasalahan tersebut terhadap Komando Atas secara berturut-turut yaitu 7(tujuh) hari, 14 (empat belas) hari dan 21 (dua puluh satu) hari disertai dengan dikeluarkannya Daftar Pencarian Orang (DPO). Setelah ketidakhadiran tanpa izin yang sah tersebut melebihi 30 (tiga puluh) hari, maka satuan dapat mengajukan usul pemberhentian sementara dari jabatan (Schorsing).

 

            Berdasarkan Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, mengenai pengertian Menghukum adalah atasan langsung yang mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan hukuman disiplin menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berwenang melakukan penyidikan berdasarkan undang-undang ini. Kewenangan Atasan Yang Berhak Menghukum menjadi penyidik diatas dalam Pasal 69 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer:

 

(1)     Penyidik adalah :

a.    Atasan yang Berhak Menghukum;

b.    Polisi Militer; dan

c.    Oditur.

           

Atasan yang Berhak Menghukum dalam proses penyelesaian tindak pidana desersi yang dilakukan oleh anggota TNI AD mempunyai wewenang sebagaimana yang diatur dalam pasal 74 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 sebagai berikut :


a.      Melakukan penyidikan terhadap prajurit bawahannya yang ada dibawah wewenang komandannya yang pelaksanaannya dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud pasal 69 ayat 1 huruf b (yaitu Polisi Militer) atau huruf c (yaitu oditur);

 

b.      Menerima laporan pelaksanaan penyidik dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat 1 huruf b atau huruf c;

 

c.       Menerima berkas hasil penyidikan dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat 1huruf b atau huruf c; dan

 

d.      Melakukan penahanan terhadap tersangka anggota bawahanya yang ada wewenang komandannya.

 

            Proses pemeriksaan ini dilakukan oleh penyidik. Penyidik dalam hal ini adalah seorang Ankum sesuai dengan Pasal 96 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Yang bertindak selaku Ankum adalah komandan, yang berwenang sesuai dengan peraturan Undang-undang Nomor 26 Tahun 1997 Tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Karena itu sudah merupakan kewajiban selaku komandan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh terhadap bawahan, untuk menjaga kedisiplinan pasukan, agar pasukan tersebut dapat menjalankan tugasnya.

 

            Setelah proses tersebut telah selesai dilakukan oleh Komandan Satuan (Ankum), maka selanjutnya perkara tersebut dapat dilimpahkan ke Polisi Militer untuk dilakukan proses hukum guna disidangkan di Peradilan Militer, dan untuk tindak pidana  desersi dapat dilakukan siding secara In Absentia / tanpa kehadiran Terdakwa (Pasal 141 Ayat (10) Jo. Pasal 143 Undang-Undang No 31 Tahun 1997). Apabila dalam jangka waktu 90 (Sembilan puluh) hari setelah melakukan ketidakhadiran tanpa izin yang sah prajurit tersebut masih belum kembali dan perkara tersebut telah selesai disidangkan di Peradilan Militer maka Ankum mempunyai kewenangan untuk mengajukan Usul Pemberhentian Dengan Tidak Hormat secara Administrasi dengan syarat dilampiri Putusan Pengadilan Militer yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap walaupun dalam Putusan Pengadilan Militer tersebut tidak dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer.

 

Belajar dari beberapa kasus tindak pidana desersi yang terjadi, upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulanginya dapat dilakukan secara preventif, yaitu merupakan upaya pencegahan timbulnya desersi tersebut dan dapat pula dilakukan secara represif, yaitu upaya menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian yang telah terjadi. Upaya preventif yang dapat dilakukan seorang Komandan diantaranya adalah:

 

1)            Memberikan perhatian terhadap bawahan / anggota, baik secara moril maupun materiel.

 

2)            Melakukan jam komandan secara rutin.


3)      Jangan pernah bosan untuk selalu mengingatkan kepada anggota/bawahan mengenai aturan-aturan yang berlaku bagi seorang prajurit TNI.

 

4)            Berkoordinasi dengan bintal yang berada di wilayahnya untuk  memberikan penyuluhan secara rutin yang berkaitan dengan peningkatan kualitas keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


5)         Berkoordinasi dengan Dinas Psikologi Angkatan Darat untuk memberikan penyuluhan secara rutin berkaitan dengan toleransi stres, kedisiplinan kerja prajurit.


6)         Agar para Komandan Satuan dan/atau Ankum bersedia hadir dalam penyuluhan hukum yang diadakan oleh Kumdam maupun Kumrem agar dapat mengetahui mekanisme penyelesaian setiap permasalahan hukum yang terjadi di satuannya.

 

Sehingga dengan adanya upaya tersebut diharapkan perbuatan desersi itu dapat dicegah seminimal mungkin. Oleh karena itu butuh perhatian yang serius dari para Atasan baik yang berada di lingkungan kerja prajurit tersebut maupun yang berada di luar kesatuan dari prajurit (keluarga, lingkungan, dan bimbingan rohani) serta perhatian dan peranan dari Komando untuk dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi.

 

            Sehingga Idealnya prajurit TNI bisa menyeimbangkan diri ketika menghadapi rutinitas kerja yang padat dengan hal-hal yang bersifat internal. Prajurit sejati konsisten dalam berbicara dan bertindak serta sanggup menjalani setiap perintah yang diberikan tanpa terganggu oleh permasalahan personal.

 

 

Yth. Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,

 

Demikian diskusi hidup kita kali ini, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan, karena sejatinya kebenaran hanya milik Allah SWT.

 

Terima kasih banyak atas perhatiannya.

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH PERBUATAN BUNUH DIRI MERUPAKAN SUATU HAL YANG MELANGGAR HUKUM POSITIF DI INDONESIA ATAU BUKAN?

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup , alhamdulillāh pada kesempatan kali ini kita dapat berjumpa lagi untuk membahas diskusi hidup tentang apakah perbuatan bunuh diri merupakan suatu hal yang melanggar hukum positif di Indonesia atau bukan. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini.         Pada umumnya setiap orang akan menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang melanggar hukum karena dinilai sebagai perbuatan yang tercela, menghabisi atau menghilangnya nyawa manusia meskipun itu terhadap dirinya sendiri. Namun sebagian orang masih banyak yang menganggap bahwa tindakan bunuh diri itu tercela namun tidak melanggar hukum positif di Indonesia dengan alasan tidak diatur di dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Yang diatur di dalam pasal KUHP adalah mengenai suruhan atau dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri tersebut

TINDAK PIDANA KHUSUS DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ     Yth. Sahabat Diskusi Hidup, a lhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang tindak pidana khusus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selanjutnya diskusi hidup kita adalah sebagai berikut.             Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materiil maupun dari segi Hukum Pidana Formal. Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut Hukum Pidana Khusus atau Hukum Tindak Pidana Khusus.             Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap Hukum Pidana Umum, b

HATI-HATI DALAM HAL TURUT MENCICIL BARANG YANG KEMUDIAN DIGUNAKAN OLEH ORANG LAIN

بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ   Yth. Sahabat Diskusi Hidup,   alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan diskusi hari ini. Kali ini kita akan membahas diskusi hidup tentang hati-hati dalam hal turut mencicil barang yang kemudian digunakan oleh orang lain. Berikut ini adalah diskusi hidup kita kali ini. Ketika kita turut membantu seseorang atau bahkan orang tua kita dalam memenuhi cicilan kredit barang, maka apa yang kita niatkan harus jelas. Niat tersebut bisa ditekadkan di dalam hati atau diucapkan kepada orang yang kita bantu. Alangkah jauh lebih baik jika disampaikan juga kepada orang yang dibantu.   Mungkin suatu ketika ada saudara, teman, atau bahkan orang tua yang misalnya membeli motor atau mobil dengan cara mengangsur atau membayar dengan cara mencicil setiap bulan atau mungkin membayar beberapa kali dengan jangka waktu tertentu tidak selalu dilakukan setiap bulan, maka pada saat kita akan membantu me