بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup tentang penerapan ganjil-genap DKI Jakarta dapat kontradiktif dengan penanganan melawan Covid-19. Kita bahas diskusi hidup kali ini seperti berikut ini.
Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan Pandemi Covid-19 yang juga melanda di wilayah Indonesia. Namun masyarakat banyak juga memperbincangkan tentang penerapan ganjil-genap di wilayah DKI Jakarta. Penerapan ganjil-genap maksudnya adalah bahwa kendaraan (terutama roda 4 atau lebih) yang memiliki nomor plat kendaraan ganjil hanya dapat beroperasi di areal tertentu pada waktu-waktu tertentu pada tanggal-tanggal ganjil saja, sedangkan yang memiliki nomor plat kendaraan genap hanya dapat beroperasi di areal tertentu pada waktu-waktu tertentu pada tanggal-tanggal genap saja.
Penerapan ganjil-genap di wilayah
DKI Jakarta pernah diterapkan sebelum timbul dan ditetapkannya keadaan Pandemi Virus
Corona (Covid-19). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah kendaraan
(terutama beroda 4 atau lebih) yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta pada areal
dan waktu-waktu tertentu.
Maksud kebijakan ini memiliki
tujuan yang positif dan hasil yang paling mungkin dicapai adalah:
1.
Dapat mengurangi kemacetan
lalu lintas;
2.
Dapat mengurangi jumlah
polusi udara di lingkungan sekitar jalan raya;
3.
Dapat menghemat konsumsi
bahan bakar;
4.
Dan lain-lain.
Ketika timbul Pandemi Covid-19,
kebijakan ganjil-genap di wilayah DKI Jakarta sempat tidak diterapkan untuk
sementara waktu. Dan kemudian setelah diberlakukannya kondisi New Normal,
kebijakan ganjil-genap ini diberlakukan kembali bahkan dengan beberapa rencana
pengembangan penerapan mulai dari waktu hingga jenis kendaraan.
Di satu sisi
penerapan ganjil-genap ditujukan untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas
di Ibu Kota, dapat mengurangi jumlah kendaraan yang beroperasi pada waktu-waktu
tertentu, mengurangi jumlah polusi udara di lingkungan sekitar jalan raya, dan
dapat mengefisienkan konsumsi bahan bakar. Namun di sisi lain, kebijakan ini
mendorong warga masyarakat untuk menggunakan moda transportasi umum lebih
banyak.
Penggunaan moda transportasi umum pada
kondisi Pandemi Covid-19 sekarang ini dapat menimbulkan keadaan kembali pada
masalah sebelumnya, yaitu banyaknya warga yang terkontaminasi dengan wabah atau
Pandemi Covid-19. Hal ini dapat terlihat dari data penyebaran Pandemi Covid-19
yang terkini.
Pertimbangannya adalah sebagai
berikut.
Dengan diterapkannya kondisi New
Normal, keadaan seolah-olah menjadi permisif.
Secara psikologis orang-orang akan cenderung
beranggapan bahwa saling berdekatan antara orang perorang adalah tidak menjadi masalah
selama menggunakan masker dan/atau face shield. Sehingga di dalam moda
transportasi umum masyarakat akan cederung tidak mempermasalahkan tentang jarak
duduk atau jarak berdiri.
Hal ini dapat juga kita lihat dari fenomena
beberapa kegiatan berfoto bersama yang mengabaikan jarak antara manusia yang
satu dengan yang lain. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada saja yang ketika
berfoto bersama masker dibuka untuk sementara waktu dengan maksud agar wajah
nampak secara penuh pada saat difoto.
Di dalam moda transportasi umum,
semua orang yang ada di dalamnya berada dalam keadaan yang cenderung tertutup, kondisi
sirkulasi udara juga tidak cukup luas, sehingga bisa saja orang yang sudah
terkena wabah akan menulari orang-orang di sekitarnya. Apalagi kita ketahui
bersama bahwa tidak semua orang yang terkena wabah Covid-19 memiliki
gejala-gejala yang mudah dikenali (atau sekarang dikenal dengan istilah OTG,
Orang Tanpa Gejala).
Jika
kita mengharapkan setiap badan/lembaga/institusi/perusahaan menerapkan
kehadiran bagi pegawai/karyawannya adalah separuh atau sekira 50% dari jumlah
total, tentunya hal ini tidak dapat terawasi dan terkendalikan dengan baik.
Hal seperti ini juga tidak dapat terlalu
diharapkan dikarenakan tidak diterapkan secara merata. Jika ada badan/lembaga/institusi/perusahaan
yang tidak menerapkan kebijakan pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah,
sebaiknya perlu dilakukan teguran atau peringatan bahkan hingga pemberian
sanksi kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk menerapkan ketertiban
tersebut jika mereka tidak mau melaksanakan kebijakan pemerintah, oleh karena penanganan
Pandemi Covid-19 bukanlah wabah yang hanya bisa diselesaikan secara lokal atau
separatis, namun harus diselesaikan dengan cara yang serentak dan menyeluruh
khususnya di seluruh wilayah Indonesia.
Yth. Sahabat Diskusi Hidup yang kami mulyakan,
Untuk mempermudah
mempertimbangkan pilihan mana yang akan kita gunakan, berikut ini penulis buat
contoh pertimbangan sebagai berikut:
A.
Misalnya kebijakan
penerapan ganjil-genap untuk kendaraan di masa Pandemi Covid-19 kita anggap
sebagai cara berpikir dan bertindak yang pertama (CB-1), maka kemungkinan
keuntungan kerugiannya adalah sebagai berikut:
Keuntungan:
1.
Kemacetan lalu lintas
terurai.
2.
Polusi udara di jalan raya
berkurang.
3.
Pengeluaran bahan bakar
oleh perorangan atau pribadi berkurang.
Kerugian:
1.
Penggunaan moda
transportasi umum meningkat.
2.
Kemungkinan orang
berkerumun bertambah.
3. Kemungkinan antara orang yang
satu dengan yang lain bersentuhan atau kulit atau pakaian meningkat.
4. Menimbulkan peningkatan
kekhawatiran setiap orang terjangkit wabah dari orang lain yang memungkinkan
menurunnya tingkat imunitas seseorang.
5.
Kecenderungan bertambahnya
prosentase penularan Covid-19.
B. Misalnya kebijakan ditundanya
penerapan ganjil-genap untuk kendaraan di masa Pandemi Covid-19 kita anggap
sebagai cara berpikir dan bertindak yang kedua (CB-2), maka kemungkinan
keuntungan kerugiannya adalah sebagai berikut:
Keuntungan:
1.
Penggunaan moda
transportasi umum menurun.
2.
Kerumunan orang dapat lebih
dihindari atau dikurangi.
3. Kemungkinan bersentuhan
kulit atau pakaian dengan orang yang tidak satu rumah semakin dapat dihindari
atau diperkecil.
4. Lebih menjamin rasa nyaman
pada setiap individu karena berada di tempat yang dianggap lebih aman
(kendaraan pribadi).
5.
Diharapkan kesehatan
masyarakat dapat lebih terjaga sehingga menekan laju penyebaran Covid-19.
Kerugian:
1. Lalu lintas di wilayah DKI Jakarta
cenderung macet seperti sebelum terjadi Pandemi Covid-19.
2.
Polusi udara relatif tinggi
hanya pada jam atau waktu-waktu tertentu.
3.
Pengeluaran bahan bakar
oleh pribadi atau perorangan meningkat.
Berdasarkan
pembahasan di atas, tentunya kebijakan penerapan ganjil-genap di wilayah DKI Jakarta
yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, perlu
dipertimbangkan lagi. Kita harus mempertimbangkan mana yang lebih bermanfaat di
antara berbagai manfaat, sehingga diharapkan dapat diperoleh cara berpikir dan
cara bertindak yang lebih tepat demi kepentingan masyarakat luas.
Yth. Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia,
Demikian diskusi hidup kita kali
ini, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan, karena sejatinya
kebenaran hanya milik Allah SWT.
Terima kasih banyak atas perhatiannya.
Komentar