بِالسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Yth. Sahabat Diskusi Hidup, alhamdulillāh kita dapat berjumpa kembali dalam kesempatan yang berbeda. Kali ini penulis akan membahas diskusi hidup berupa kajian tentang penyimpangan juru bayar satuan dapat dikategorikan sebagai bendahara ataukah bukan? Dengan demikian diskusi hidup kita kali ini adalah sebagai berikut ini.
1. LATAR BELAKANG.
Bendahara
adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama
negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat
berharga atau barang-barang negara/daerah. Bendahara penerimaan adalah orang
yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah
daerah. Sedangkan Bendahara pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
Di
dalam pelaksanaan tugas sebagai penyalur gaji, juru bayar satuan tidak sedikit
yang melakukan penyimpangan dari tugasnya sebagai pejabat yang diberi tanggung
jawab untuk mendata, menghitung, menerima, dan menyetorkan uang alokasi
anggaran negara untuk belanja pegawai. Dalam hal pinjaman pegawai negeri dari
suatu instansi pemerintah (anggota), masih ditemukan oknum juru bayar di satuan
yang mempergunakan kemudahan pinjaman bagi para anggota untuk kepentingan
pribadi atau kelompok dengan membuat pinjaman fiktif atas nama para anggota di
satuan tersebut.
Bank,
dalam hal ini sebagai pihak yang memberikan pinjaman, termasuk pihak yang turut
menjadi salah satu faktor penentu terjadi atau tidaknya penyalahgunaan juru
bayar satuan. Penyalahgunaan jabatan seperti ini biasanya dilakukan dengan
tidak melalui prosedur yang sudah diatur baik di dalam satuan para anggota
ataupun di internal bank tersebut. Sementara ketika terjadi pembayaran adalah
dengan cara langsung memotong gaji anggota yang digunakan namanya oleh juru
bayar satuan sebagai peminjam yang sebenarnya. Oleh karenanya pejabat keuangan
di bank terkait juga perlu diperiksa sejauh mana keterlibatannya, apakah ada
unsur kesalahannya atau tidak.
Untuk
perkara seperti ini hukum perbendaharaan negara kurang menyentuh dari sisi
penegakannya karena terdapat perihal yang abu-abu, yaitu antara uang yang
disalahgunakan tersebut dianggap sebagai uang negara ataukah sudah menjadi uang
pribadi para anggota dalam hal pemotongan hutang atau ganti kerugian diambilkan
langsung dari gaji atau anggaran belanja pegawai yang belum dibayarkan kepada
anggota yang bersangkutan. Perkara seperti ini akan cenderung dikaitkan dengan
ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUHP yang masih terdapat kelemahan jika
diterapkan, biasa dituduhkan sebagai tindak pidana pencurian, penipuan, atau
penggelapan.
2. TINJAUAN
DARI ASPEK YURIDIS, FILOSOFIS, HISTORIS, SOSIOLOGIS, DAN POLITIS.
a.
Tinjauan dari aspek
yuridis.
Ditinjau dari aspek yuridis, hal-hal yang berkaitan dengan keuangan
negara/daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara, namun masih belum mencakup bagaimana pengaturan tentang
keuangan negara yang akan dikeluarkan namun sudah pasti akan dipergunakan untuk
menutupi kebocoran suatu penyalahgunaan.
b.
Tinjauan dari aspek
filosofis.
Ditinjau dari aspek filosofis, pengaturan mengenai bendahara atau
perbendaharaan dimaksudkan untuk mengawasi, mengendalikan, dan menertibkan
pelaksanaan tugas bendaharawan, serta mengurangi kemungkinan terjadi
penyelewengan atas jabatan tersebut.
c.
Tinjauan dari aspek
historis.
Ditinjau dari aspek historis, sejak masa pendudukan nusantara oleh Pemerintah
Belanda, pernah diberlakukan Indische Comptabiliteitswet (Undang-undang
Perbendaharaan Indonesia, Staatsblad 1925, Nomor 488). Hal ini diberlakukan
dengan manfaat dapat mengendalikan penggunaan dana Pemerintah Hindia Belanda
agar tetap dapat menjaga kestabilan ekonomi pada saat itu.
d.
Tinjauan dari Aspek
Sosiologis.
Ditinjau dari aspek sosiologis, perkembangan pergaulan dan perikehidupan
manusia berkembang dari masa ke masa, sehingga bermunculan lah model-model
penyelewengan yang belum diatur. Memang hal ini disebabkan hukum muncul
terseok-seok mengikuti perkembangan sosial. Bentuk penyalahgunaan jabatan juru
bayar satuan dengan cara menggunakan uang para anggota yang belum diterimakan
atau baru akan diserahkan oleh sistem keuangan negara merupakan hal yang belum
dijangkau oleh peraturan perundang-undangan tentang perbendaharaan negara dan
juga karena juru bayar belum termasuk kategori bendahara seperti yang
disyaratkan dalam undang-undang, yang mana perkara seperti ini berada pada
posisi antara masih merupakan anggaran negara namun sudah siap diperuntukkan
bagi perorangan sebagai alokasi anggaran belanja negara yang dampaknya tidak
hanya merugikan bagi perorangan namun juga mengganggu kestabilan keuangan dan
merugikan negara jika berada pada posisi yang mana terjadi rekayasa pinjaman
atas nama orang lain atau disebut pinjaman fiktif. Kerugian negara juga dapat
terjadi berupa permasalahan ketika para anggota calon penerima anggaran dalam
proses melarikan diri dari dinas atau tempatnya bekerja di tengah-tengah masa penerimaan
gaji (di bulan berjalan).
e.
Tinjauan dari Aspek
Politis.
Ditinjau dari aspek politis, sejak masa pendudukan nusantara oleh
Pemerintah Belanda, pernah diberlakukan Indische Comptabiliteitswet
(Undang-undang Perbendaharaan Indonesia, Staatsblad 1925, 1 488). Kebijakan
tersebut kemudian dikembangkan setelah Indonesia merdeka dengan
mempertimbangkan keadaan yang ada setelahnya maka pada tahun 1968 diadakan
perubahan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968 tentang
Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitswet (STBL. 1925 Nomor 488)
Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Drt. 1954 (Lembaran
Negara Tahun 1954 Nomor 6). Hal ini diberlakukan dengan manfaat dapat
mengendalikan penggunaan anggaran Negara Indonesia agar tetap dapat menjaga
kestabilan ekonomi pada saat itu dengan cara mengendalikan kinerja pejabat-pejabat
yang diberi tanggung jawab bidang keuangan.
3. KESIMPULAN
DAN SARAN.
a.
Kesimpulan.
Bentuk penyalahgunaan jabatan juru bayar satuan (meskipun belum termasuk
dalam kriteria penatausahaan yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
tentang perbendaharaan Indonesia) dengan cara menggunakan uang para anggota
yang belum diterimakan atau baru akan diserahkan oleh sistem keuangan negara
merupakan hal yang belum dijangkau oleh peraturan perundang-undangan tentang
perbendaharaan negara sementara sebagai alokasi anggaran belanja negara juga
dapat menimbulkan dampak tidak hanya merugikan bagi perorangan namun juga
menimbulkan kerugian negara karena anggaran yang seharusnya tidak jadi
dikeluarkan sudah terlanjur dikeluarkan oleh karena adanya penyalahgunaan
wewenang juru bayar satuan.
b.
Saran.
Perlu dirumuskan sebagai tambahan mengenai aturan yang membahas tentang
penerapan hukum bagi juru bayar satuan atau yang sejenis itu yang tidak
menyelenggarakan penatausahaan anggaran negara namun melaksanakan pendataan
alokasi keuangan bagi personel di satuannya dan menerima, menyimpan, serta menyalurkan anggaran negara sebagai
anggaran belanja pegawai negeri.
Perlu ada perbaikan mengenai definisi bendahara agar bisa lebih
menyesuaikan dengan perkembangan di lapangan.
Yth. Sahabat Diskusi Hidup yang selalu semangat,
Demikian diskusi hidup kita kali
ini, mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan, karena sejatinya kebenaran
hanya milik Allah SWT.
Terima kasih banyak atas perhatiannya.
Komentar